PT TPL Tembok ‘Paksa’ Tanah Wakaf Parbulu, Ini Penindasan dan Perampasan Hak

TOBA – Warga Dusun Parbulu Desa Banjar Ganjang, Kecamatan Parmaksian, Kabupaten Toba, Sumatera Utara sudah sejak lama mengajukan keberatan kepada pihak PT Toba Pulp Lestari (TPL).

Bukan tanpa alasan, warga setempat khususnya keturunan keluarga besar Ompu Sinta Manurung selalu terhalang melakukan acara ziarah di tanah wakaf mereka, dimana lokasinya sudah berada dalam tembok yang dibangun oleh PT TPL.

Pendeta Faber Manurung, seorang keturunan Ompu Sinta Manurung, empat tahun terakhir sangat getol menyuarakan persoalan yang dialami warga di Dusun Parbubu, yang juga tempat kelahirannya.

PT TPL Tembok 'Paksa' Tanah Wakaf Parbulu, Ini Penindasan dan Perampasan Hak
Selokan pembuangan dari Nursery kesawah warga, diduga menyebabkan warga alami gatal-gatal.

Bahkan ia sudah pernah menyambangi beberapa Kementerian di Jakarta untuk menyampaikan keberatan, aspirasi dan tuntutan warga Dusun Parbulu.

“Warga Parbulu sudah berjuang dan mengadukan ke seluruh instansi pemerintah selama 20 tahun ini, dan semakin gencar berjuang dalam 4 tahun terakhir ini. Namun, keadilan dan pengembalian hak hidup dan hak atas tanah adat keturunan Ompu Sinta Manurung tidak kunjung dikembalikan,” tulis Pendeta Faber Manurung dalam laman Facebook-nya.

Pemerintah masih menutup mata terhadap hak rakyat kecil, lanjut tulis Pendeta Faber, Hukum dan keadilan tidak ditegakkan dan tumpul kepada perusahaan PT Toba Pulp Lestari yang telah merampas tanah adat warga Parbulu.

“Saya harus berteriak kencang dan berdebat keras dengan Satuan Pengamanan (Satpam) agar saya bisa masuk ke lokasi pemakaman, seperti terjadi baru-baru ini saya mau ziarah ke makam adek saya almarhum Saut Manurung, yang dimakamkan sekitar 15 tahun yang lalu tapi selalu dihalangi,” tulisnya.

Ketika kru media ini mengkonfirmasi terkait status di laman facebooknya yang diposting pada Sabtu (4/12/2021) mengatakan, keturunan Ompu Sinta Manurung kesulitan dan dilarang hendak melaksanakan ziarah ke pemakaman tersebut.

Bahkan, Ia menyebut bahwa PT TPL telah menindas dan merampas hak-hak ulayat keturunan Ompu Sinta Manurung dan warga Parbulu.

“Hampir semua keturunan Ompu Sinta Manurung selalu terhalang jika hendak ziarah ke pemakaman itu. Perbuatan perusahaan ini adalah perampasan hak ulayat dan penindasan,” jawab Pendeta Faber Manurung kepada kru media ini saat dikonfirmasi via telepon.

Dikatakan Pendeta Faber, bahwa tanah wakaf mereka menyatu dengan tanah adat Parbulu Keturunan Ompu Sinta Manurung, yang meliputi areal Nursery memanjang ke gedung Graha, gedung Perumahan Town Side B, gedung perumahan Manajer hingga kebawahnya bagian selatan, dengan luas keseluruhan sekitar 20 hektar.

Dosen dan Pendeta HKBP ini, turut dijelaskan bahwa limbah cair beracun dari lokasi pembibitan perusahaan yang oleh kementerian lingkungan hidup telah dinyatakan tidak lagi memenuhi baku mutu air, sudah terjadi pencemaran air dan mengakibatkan warga gatal-gatal, diduga karena cairan limbah beracun yang bersumber dari Nursery.

Kasus itu sudah pernah dilaporkan ke Polres Toba, serta beberapa kali melakukan mediasi di kantor Camat Parmaksian dihadiri Kadis Lingkungan Hidup Kabupaten Toba. Camat dan juga salah seorang utusan dari Kementrian Maritim dan Investasi namun hingga kini belum mendapat penyelesaian.

“Saya sebagai saksi hidup dari Keluarga Keturunan Ompu Sinta Manurung yang paling sulung di kampung Parbulu menyatakan dengan tegas bahwa berdirinya PT. Indorayon yang belakangan berubah nama menjadi PT Toba Pulp Lestari, tidak pernah melihat apalagi melakukan transaksi jual beli tanah di kampung Parbulu kepada PT Toba Pulp Lestari,” terang Pendeta Faber Manurung mengakhiri pembicaraan.

Secara terpisah, terkait pernyataan Pendeta Faber tersebut, kru media ini mencoba menghubungi Humas PT TPL, bernama R Hutapea. Namun hingga berita ini diterima meja redaksi belum memberikan respon apapun maupun belum membalas konfirmasi wartawan via aplikasi WhatsApp. (JJ)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *