Terkait Konflik Siosar, Komisi III DPR Sorot Kasus UU ITE yang Menjerat Lloyd Reynold Ginting Munthe

Hukrim, Karo, Peristiwa556 views

TANAH KARO – Secara diam-diam namun pasti, anggota Komisi III DPR RI, DR Hinca IP Pandjaitan SH.MH.ACCS sangat peduli dengan warga Kabupaten Tanah Karo, khususnya yang berkaitan dengan kasus hukum sengketa lahan Puncak 2000 Siosar.

Perkara pencemaran nama baik atas UU ITE yang menjerat seorang warga Kabupaten Tanah Karo bernama, Lloyd Reynold Ginting Munthe ini disorot oleh anggota Komisi III DPR RI.

Lloyd Reynold Ginting Munthe yang bertindak selaku kuasa masyarakat dilaporkan oleh Direktur PT BUK berinisial MJ. Kini ia menjadi terdakwa di Pengadilan Negeri (PN) Medan.

Laporan tersebut berkaitan dengan dugaan sengketa lahan Puncak 2000 Siosar, Kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Tanah Karo, Sumatera Utara.

Kasus yang menjerat Lloyd Reynold Ginting Munthe ini telah memasuki beberapa tahap persidangan di Pengadilan Negeri Medan.

Lloyd Reynold Ginting didakwa dengan Pasal 27 ayat (3) UU ITE Pencemaran nama baik.

Dalam sidang terakhir yang digelar pada Kamis (16/11/2022) lalu, Lloyd Reynold Ginting Munthe menghadirkan Saksi Ahli ITE, Prof DR Drs Henri Subiakto SH, M.Si untuk membela dirinya.

Mendengar serta membaca kesaksian Prof Henri Subiakto yang diangkat JELAJAHNEWS.ID sebagai Saksi Ahli dalam persidangan, Anggota Komisi III DPR RI, Hinca IP Pandjaitan angkat bicara.

“Prof Henri Subiakto telah menjelaskan norma-norma yang terkandung didalam pasal 27 ayat (3) UU ITE tentang Pencemaran Nama Baik dan disampaikannya bahwa postingan terdakwa Lloyd Reynold Ginting dinilai tidak mengandung unsur pencemaran nama baik,” tegas Hinca IP Pandjaitan, Rabu (23/11/2022).

Hinca mengatakan, Prof Henri Subiakto adalah Staf Ahli Menteri Kominfo RI Bidang Hukum (2016-2022), Ketua Tim Pembuat Pedoman Pasal-pasal tertentu UU ITE dalam SKB Kapolri, Jaksa Agung dan Menkominfo Tahun 2021 dan Ketua Panja Pemerintah untuk Revisi UU ITE 2016.

Oleh karena itu, tentu beliau [Prof Henri Subiakto] sudah sangat dalam dan lebih memahami norma-norma yang ada didalam pasal demi pasal UU ITE.

Perkara ini, sebut Hinca, perlu menjadi kajian bagi Aparat Penegak Hukum (Penyidik dan Penuntut Umum) agar benar-benar menerapkan UU ITE sesuai dengan tujuan utama lahirnya Undang-Undang tersebut.

“UU ITE ini dibuat dalam semangat transaksi elektronik dalam kaitannya dengan “transaksi keuangan” yang pada waktu itu teknologi informasi yang sangat cepat. Waktu itu dimaksudkan untuk mencegah transaksi dana-dana mencurigakan seperti pendanaan terorisme,” terang politisi Partai Demokrat itu.

Baca juga: Prof Henri Subiakto Bela Terdakwa Ketua Projo Kabupaten Karo dalam Sidang di PN Medan

Hinca menerangkan, UU ITE dilahirkan sama sekali tidak dimaksudkan untuk membungkam pandangan dan pikiran serta kritik sebagai bagian dari demokrasi. Sebab apa yang disampaikan Lloyd Reynold Ginting Munthe adalah kritik sosial atas fakta yang dialami di Puncak 2000 Siosar.

“Saya berharap ruang pengadilan menjadi tempat yang melahirkan keadilan yang sesungguhnya dengan menempatkan rasa keadilan publik di tempatnya yang terhormat,” ungkapnya.

Hinca menyerukan agar UU ITE jangan digunakan sebagai sarana untuk membungkam pikiran publik di alam demokrasi. (JNS-BTM)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *