PT INALUM Dituding Tak Bayar Kompensasi Daya Listrik 2 MW Tahun 2012-2013 ke Masyarakat Porsea dan Balige

TOBA – PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) atau Inalum diduga belum membayar atau merealisasikan dana kompensasi daya listrik 2 Mega Watt (MW) kepada masyarakat Porsea dan Balige periode tahun 2012 dan 2013.

Hal tersebut disampaikan oleh warga Toba, James Sitorus yang biasa dipanggil James Trafo. Ia mengatakan hitungan output 2 MW ke rupiah harus disisihkan kepada masyarakat Porsea-Balige dan dibayarkan oleh PT Inalum.

Kata James, untuk supply daya listrik 2 MW ini interkoneksi melalui station Sigura-gura di Paritohan dan masuk terhubung ke System Jaringan Distribusi PT PLN.

Dikatakan, masyarakat Porsea dan Balige selama ini telah membayarkan daya listrik yang ditentukan sesuai dengan tarif daya listrik kepada pihak PLN.

Itu sesuai dengan Master Agreement, bahwa masyarakat Porsea dan Balige akan membayar daya listrik sebesar harga khusus sesuai dengan rumus yang telah ditentukan dalam Master Agreement.

Olehnya, lanjut James, telah terjadi selisih harga pembayaran daya listrik yang dibayarkan masyarakat Porsea dan Balige kepada pihak PLN selama 30 tahun yang harus dihitung dan dibayarkan. Atau harus dipertanggungjawabkan PT Inalum kepada masyarakat melalui Pemkab Toba Samosir (sekarang Kabupaten Toba).

“Daya listrik 2 MW dalam periode tahun 2012 dan 2013 diduga belum dibayarkan PT Inalum kepada masyarakat Porsea dan Balige,” ungkapnya, Jumat (13/5/2022).

Diterangkan, apabila PT Inalum kelebihan daya Kapasitas Normal (Norm Capacity) 446 MW, maka kebutuhan energi listrik di Smelter Town Site Tanjung Gading dan Fasilitas Inalum Power Plant (IPP) menjadi sekitar 421 MW.

Hal ini bila kelebihan daya di supply ke jaringan GITET P3B, PT PLN di Tebing Tinggi pasokannya sekitar 25 MW.

“Kelebihan daya listrik 25 MW-2 MW=Excess Power 23 MW akan dibayarkan PT PLN sebagai modal produksi PLTA/HEPP, dan 2 MW secara konstan harus disupply mutlak kepada masyarakat Porsea dan Balige,” pungkasnya.

Kalau daya listrik yang dikonversi ke dalam rupiah adalah sesuatu dalam perubahan teknis tergantung kebutuhan listrik di pabrik Peleburan.

Kemudian, margin modal produksi PLTA/HEPP terhadap harga jual PT PLN ke konsumen sebesar 2 MW selanjutnya dikonversi dalam rupiah akan dibayarkan PT Inalum yang menjadi hak masyarakat Porsea-Balige sepanjang IPP mentransmisikan tegangan listrik 275 KV secara konstan ke seluruh fasilitas ISP.

Hal ini telah dicatatkan dalam Master of Agreement Project Asahan atau biasa disebut buku merah Perjanjian Induk.

Masyarakat Porsea dan Balige Kecewa ke jajaran Direktur PT Inalum

Menurut James, kapitalis perlahan-lahan membentuk moral manusia yang menghalalkan segala cara untuk memperkaya diri walaupun dengan menindas orang lain.

Ketika Nippon Koei merintis paket tender pembangkit listrik (Power Plant) dan pabrik peleburan (Smelter Plant), Konsorsium Nippon Asahan Aluminium (NAA), saat itu rakyat Porsea dan Balige menolak proyek Asahan.

Penolakan kehadiran proyek tersebut dituliskan oleh DR Bisuk Siahaan dalam judul buku “Proyek Asahan. Menantang Badai Demi Hari Depan”.

“PT Inalum jangan pernah melupakan kebaikan hati masyarakat Porsea dan Balige. Kebaikan hati masyarakat Porsea dan Balige dapat dibuktikan dengan kerelaaan warga memberikan tanah dipinggiran Sungai Toba Asahan (Tano Pangeahan) mulai dari hulu DAS Toba Asahan sampai ke Siruar Regulating,” tukas James Sitorus.

Adapun tanah masyarakat Porsea di pinggiran Daerah Aliran Sungai (Tano Pangeahan) yang direlakan warga Porsea dijadikan sebagai SPOIL BANK PT Inalum pada sisi kiri dan sisi kanan DAS Toba Asahan adalah:
1. Sirait Uruk Pasir (Patane IV)
2. Parparean II, III dan IV
3. Lumban Datu (Patane III)
4. Ringkai (Pasar Porsea)
5. Pasar Baru (Bius GU)
6. Dolok Naulu
7. Gala-Gala Pakkailan
8. Siantar Narumonda
9. Siruar

Lebih lanjut, James mengatakan, tanah masyarakat di pinggiran sungai Toba Asahan atau Tano Pangeahan adalah kontribusi warga Porsea untuk keberhasilan proyek Asahan PLTA/HEPP (Hydro Electric Power Plant) station Sigura-gura 4 unit Generator 71,5 MW+station tangga 4 unit Generator 79,2 MW=8 unit turbin kopel generator electric.

Namun, kontribusi PT Inalum berupa pengembangan masyarakat Toba (development) dan tanggung jawab lingkungan serta sosial masih minim untuk warga Kecamatan Porsea, Parmaksian, Pintu Pohan dan Balige.

Sementara, listrik 2 MW (tahun 1982) dan Environmental Fund (tahun 1999) yang dijanjikan PT Inalum dalam MoU untuk masyarakat dipinggiran Danau Toba hingga DAS Toba Asahan mestinya menjadi hak masyarakat semenjak dimasa Nippon Asahan Aluminium (NAA) hingga dimasa sekarang PT Inalum (persero) yang dinaungi BUMN dan semestinya implementasinya ke Toba.

Terpisah, menanggapi gejolak dan tuntutan itu, Humas PLTA PT Inalum Muhammad Rorim Fanromi, saat dikonfirmasi mengatakan, sejak awal beroperasi PT Inalum baik ketika masih berstatus PMA hingga menjadi BUMN selalu berkomitmen untuk menjalankan bisnisnya.

“Sesuai dengan tata kelola perusahaan yang baik, dan berdasarkan undang-undang yang berlaku tetap kinerja korporasi positif dan sustainable maupun memberikan manfaat bagi sosial dan lingkungan sekitarnya,” katanya, Rabu (11/5/2022).

Sedangkan, dengan beralihnya status perusahaan dari PMA menjadi BUMN pada akhir tahun 2013 silam, maka Master Agreement (Perjanjian Induk) secara otomatis sudah tidak berlaku lagi.

“Segala kewajiban Inalum tentu sudah diatur sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku bagi korporasi BUMN,” ujarnya mengakhiri. (JNS-BTM).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *