Eksekusi Rumah Mantan Polisi Bermula Pinjam Uang 30 JT Ke Mak Lintar Berbunga 1,2 M

SIDEMPUAN– Terkait Pengadilan Negeri Padang Sidempuan (Psp) eksekusi rumah anggota Polisi almarhum Amri Tanjung bermula meminjam uang sebesar Rp 30 juta ke Mastari Pasaribu alias Mak Lintar dengan jaminan Akte Rumah keluarga.

Hal itu diungkapkan oleh salah satu anak ahli waris dari almarhum Amri Tanjung kepada awak media di lokasi eksekusi di Jalan Mangaraja Batang Ayumi, Kel. Batang Ayumi, Kec Psp Utara, Kota Padang Sidempuan, Sumatera Utara (Sumut), Rabu (10/05/23).

“Eksekusi rumah berawal di tahun 2001 almarhum ayah saya berhutang ke Mastari Pasaribu alias Mak Lintar sebesar Rp 30 juta dengan jaminan akte rumah dan saat itu sudah dicicil dan sudah dibayar beberpa kali, jadi hutang tinggal sekitar Rp 12 juta lagi,” ujar Candro.

Sebelumnya, kata Candro, dirinya dan adiknya menjumpai Mak Lintar untuk mempertanyakan berapa hutang ayahnya agar menebus hutang ayahnya.

“Berapa hutang ayah kami bu? Mak lintar menjawab sangat banyak sebesar 1,2 M dengan bunganya, tapi karena kalian ku anggap anak saya, bayar 500 juta Kes,” ucap Candro meniru perkataan Mak Lintar dengan raut wajah sedih.

Lebih lanjut ia menceritakan, ibu dengan ayahnya pisah ranjang ditahun 2001. Jadi di tahun 2019, datanglah surat eksekusi ke rumahnya. Mengingat mereka tinggal sejak tahun 1998 sampai tahun saat ini, jadi ibunya heran ada surat eksekusi.

Kemudian surat itu dibaca, lanjut Candro, ternyata di surat tertulis atas nama Amri Tanjung dengan Hilda Heni. Sementara nama ibunya bernama Surhani, bisa di lihat dengan akte dan akte cerai kedua orang tua keluarga ahli waris.

“Jadi, saya melakukan perlawanan dengan gugatan bantahan. Seiring berjalannya waktu satu tahun putusan NO atau putusan yang menyatakan bahwa gugatan tidak dapat diterima karena mengandung cacat formil,” terangnya.

Setelah itu, sambung Candro, dimulai lagi dengan bukti-bukti yang dikeluarkan dari Mastari Pasaribu, itulah berupa kwitansi atas nama Hilda Heni ini dengan kwintansi di tahun 2001, tapi masa itu 2017 dan sudah di akui di depan hakim.

Tapi pengecara Mastari Pasribu itulah Sudratman Sitahuruk yang tetap bersi keras bahwa kwitansi itu tahun 2021, sementara ahli waris bersama hakim mengechek bahwa kwitansi itu 2017 bukan tahun 2001.

Dan selanjutnya di surat jual beli atas nama Amri Tanjung hanya ditandatangani satu pihak saja, yang ada disitu cuma almarhum Amri Tanjung, Mastari Pasribu, saksi Mastari Pasribu dan saksi Notaris.

“Seharusnya harta bersama, tidak bisa di jual satu pihak, iti nggak bisa di jual satu pihak harus ada suami istri atau harta gono giri. Di situ hanya satu pihak.

Dan Notaris atas nama Rosmina Rangkuti sudah mengakui, bahwasanya saat terjadi transaksi pembuatan akte notaris, istri dari Almarhum Amri Tanjung tidak ikut, ada surat pernyataan dari Notaris,” ujar Candro.

Parahnya, di surat jual beli itu di tahun 2021 di buat harga rumah yang digadaikan itu Rp 30 juta sementara rumah itu dibangun di tahun 1998 sampai 1998 selesainya sebesar 300 juta, kan musatahil dari tahum 1998 ke tahun 2001 dari 300 juta ke 30 juta.

Dan dari bukti kwitansi dengan surat akte jual beli, tandatangannya jauh berbeda sekali, selain bukti itu dibuat lagi surat keterangan atas nama Hilda Heni ini dari Disdukcapil kota Padang Sidempuan.

“Jadi kami sebagai ahli waris sudah dua kali berdemo, jawaban mereka data-datanya hangus. Pertama alasan mereka karena banjir, genteng bocor pipa leding pecah.

Jadi kami pertanyakan mengapa surat keterangan atas nama Hilda Heni itu di pegang atas nama Mastari Pasaribu, Kadis Plt itu dahulu Anisa Siregar terdiam tak bisa menjawab,” kata Candro.

Selanjutnya, ia menanyakan ke Pengadilan Negeri (PN) kota Padang Sidempuan, seumpama pergantian nama itu harus ada surat putusan PN. Sudah kami cek dua kali tidak ada pergantian nama, tapi pihak capil mengatakan ada, tapi tidak bisa menunjukan suratnya.

Dari hasil Ombusman sudah keluar yang sebelumnya ahli waris mengadukan, bahwa masalah pergantian nama yang sudah di periksa Ombusman yakni Kadis dukcapil kota Padang Sidempuan dan KB dan dinyatakan bersalah dikarenakan Mal Administrasi (Melakukan pergantian nama tanpa sepengetahuan pemilik).

“Jadi seperti yang dibuat pihak Polisi, apa yang mau dieksekusi? yang dieksekusi itu perkara 2017 atas nama Amri Tanjung dengan Hilda ini, Jadi siapa Hildia ini?.

Seandainya Hilda ini ada, pasti Mastari Pasaribu tahu siapa orangnya, karena surat keterangan ini ada sama dia. Dan kalaupun ada orangnya, kenapa tidak menghadirkan di Pengadilan Negeri,” tutur Candro.

Dalam hal ini, awak media pun mengupayakan konfirmasi Mastari Pasaribu, Namun belum mendapat penjelasan hingga berita ini diterbitkan. (JN-Irul)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *