MEDAN – Hanya berselang sebulan setelah seorang jurnalis di Pematang Siantar tewas ditembak, wartawan lain di Kota Medan mengalami penganiayaan berat.
Persada Sembiring (26) disiram dengan air keras, Minggu (25/7/2021) malam. Kejadian ini menambah panjang rentetan kasus kekerasan terhadap jurnalis di Sumatera Utara, diduga akibat upaya mereka meliput kasus perjudian dan peredaran narkoba.
Persada Sembiring adalah Direktur dan sekaligus jurnalis media online kena serangan air keras yang terjadi saat ia hendak bertemu seseorang berinisial HST di Jalan Jamin Ginting, Simpang Selayang, Kecamatan Medan Tuntungan, Kota Medan, Sumatera Utara.
Sekitar pukul 21.40 WIB, Persada tiba di lokasi terlebih dahulu. Ia menghentikan sepeda motornya, hanya berjarak sekitar lima meter sebelum rumah makan Babi Panggang Karo (BPK) Tesalonika.
Masih mengenakan helm, ia turun dari sepeda motornya dan berdiri di tepi jalan menunggu HST.
Sepuluh menit kemudian, dua pria menaiki sepeda motor berhenti di dekat Persada. Seorang di antaranya turun lalu menyiramkan air keras ke wajahnya.
Persada meronta sembari berlari ke rumah makan BPK meminta pertolongan. Persada mengambil ponselnya dan meminta seseorang di rumah makan itu untuk mencari sekaligus menghubungi nomor rekannya yang lebih dekat ke lokasi kejadian.
Sekitar pukul 22.00 WIB, Bonni T Manullang yang juga redaktur media jelajahnews.id menerima panggilan dari nomor ponsel Persada. “Lae, tolong merapat ke Simpang Selayang, ada yang menyiramku dengan air keras,” kata Persada, seperti ditirukan Bonni.
Mendapat kabar itu Bonni bergegas menuju ke lokasi. Sepuluh menit kemudian ia langsung membawa rekannya itu ke RSUP Adam Malik Medan.
Esok harinya, Persada juga menjalani operasi di bagian wajah. Menurut keterangan rumah sakit, sekitar lima persen wajahnya rusak akibat air keras.
“Kondisi pasca operasi sudah stabil, kesadaran bagus, hemodinamik bagus. Saat ini dirawat bersama bedah plastik dengan mata, karena pada bagian matanya ada peradangan. Penglihatan [Persada] masih dalam batas normal,” kata Dorothy Simanjuntak, Kasubbag Humas RSUP Adam Malik Medan.
Beberapa saat setiba di rumah sakit, Bonni sempat berbicara kepada Persada. Ia tidak mengenal orang yang menyiramnya, namun masih ingat wajah dan ciri-cirinya, yakni kurus dan tinggi. Insiden penyiraman air keras juga tampak dalam rekaman CCTV yang didapatkan polisi.
Sosok HST yang hendak ditemui Persada hilang kontak malam itu juga. Foto profilnya yang biasa tampil di nomor WhatsApp sudah tidak dipasang. Sampai akhirnya ponsel Persada disita polisi sebagai barang bukti, dan HST tak pernah menghubunginya lagi.
Menurut Bonni, HST merupakan salah satu kaki tangan seorang bandar judi “tembak ikan dan dadu” yang lumayan besar di kota Medan.
“Setahu saya, Persada kenal dengan HST sebatas narasumber,” kata Bonni. Beberapa kali mereka berdua melakukan peliputan bersama terkait judi dan narkoba, bahkan kelokasi yang sangat rawan keselamatan pun sudah dilalui hanya untuk mendapatkan informasi tentang peredaran narkoba maupun perjudian.
Kasatreskrim Polrestabes Medan, Kompol Rafles Langgak Putra Marpaung, saat jumpa pers pada 28 Juli 2021, mengaku telah menangkap empat (4) orang terkait penyiraman itu pada Senin dini hari. Namun, ia belum bisa memaparkan lebih lanjut motif penyerangan karena masih mencari pelaku lainnya.
Sosok ‘The Untouchables’ di Medan
Jurnalis meliput isu judi dan narkoba, lalu diteror dengan penganiayaan hingga kematian, bukan cerita baru di Sumatera Utara.
Menurut wartawan senior Hasudungan Sirait, sejak dekade 1990-an judi sudah menjadi salah satu sumber pemasukan utama berbagai jaringan kriminal setempat.
“Bahkan sejak tahun 1970-an judi sudah jadi cerita lama di Medan, dimulai judi legal seperti Undian Harapan, SDSB hingga Toto KONI, kemudian pada tahun 1990-an muncul judi ilegal seperti toto gelap (togel), hwa-hwe dan judi elektronik mirip jackpot,” kata Hasudungan.
Kondisi maraknya judi ilegal itu pernah diungkap laporan investigasi di majalah D&R, di mana Hasudungan menjadi editornya dan jurnalis investigasi Bambang Soed melakukan penyamaran dalam peliputan.
Bambang Soed, yang kemudian berkarir di majalah TEMPO biro Sumut, menggambarkan bagaimana maraknya perjudian elektronik ‘bingo” atau juga populer dengan sebutan judi “mickey mouse” di Kota Medan.
Judi elektronik yang dikenal dengan nama ‘bingo’ dan ‘mickey mouse’ dulu marak digelar di sejumlah pusat hiburan, mal, hingga gedung mentereng seantero Medan. Bambang mencatat, selama investigasi dia menemukan enam lokasi judi Mickey Mouse. Itu baru di Kota Medan saja. “Selain itu juga [ada lokasi judi Mickey Mouse] di beberapa kota di luar Medan,” tulis Bambang, seperti dikutip dari naskah liputannya.
Dalam laporan yang diterbitkan di majalah D&R edisi Juni 1998 ini, Bambang sekaligus menyebut nama bandar besar yang mempercayakan urusan bisnisnya kepada seorang dokter, yang kemudian menjadi kaki tangan sang cukong. Posisi itu mirip capo dei capi—bosnya para bos mafia seperti dalam film Godfather.
“Plang praktek dokternya pun ia copot sejak ia mengelola perjudian. Secara ekonomi, alih profesi ini kelihatannya lebih menguntungkan,” tulis Bambang, salah satu pendiri AJI Medan yang meninggal pada pertengahan Juli 2021.
Kedua sosok pengelola bisnis judi di Medan itu digambarkan Bambang sebagai the untouchables. Bisnis mereka seakan-akan tak tersentuh aparat, lebih-lebih wartawan setempat sampai sekarang.
Setelah liputan itu terbit, Bambang menerima rangkaian teror. ia dan keluarganya tidak pernah tenang selama berbulan-bulan. Bambang kerap mendapat ancaman melalui SMS, rumahnya sering diintai orang tak dikenal, hingga pada akhirnya Bambang mengungsikan keluarganya. Selama berbulan-bulan Bambang hidup dalam pelarian.
Kepada Hasudungan sesekali Bambang bertelepon, mengabarkan bahwa dia masih hidup. Namun Bambang segera mengganti nomornya dan sempat lama enggan memberi tahu lokasi persembunyiannya.
“Tak perlu lae tahu aku di mana, yang penting tahu kalau aku masih hidup,” katanya, seperti ditirukan Hasudungan.
Ketua AJI Medan Liston Damanik menyayangkan kekerasan terus terjadi pada wartawan yang menyorot isu-isu terkait aktivitas kejahatan terorganisir.
“AJI Medan prihatin dengan kejadian yang menimpa Persada Sembiring. Kami meminta kepolisian segera mengungkap pelaku dan motif penyiraman air keras terhadap Persada,” kata Liston.
Sepanjang tahun 2020 hingga Juli 2021, sedikitnya terjadi delapan kali insiden, meliputi teror, pembakaran rumah dan pembunuhan, yang menyasar wartawan. Hampir semua kekerasan itu, kata koordinator bidang advokasi Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Medan Eka Azwin Lubis, terkait pemberitaan terkait perjudian dan peredaran narkoba.
Korban yang pertama tercatat adalah Deno Barus, wartawan media cetak di Medan. Dia diteror dari orang tak dikenal (OTK). Rumahnya di kawasan Patumbak I, Kabupaten Deli Serdang, dilempar bom molotov pada dini hari, 27 Februari 2020.
Selanjutnya, pada 29 Mei 2021, kediaman jurnalis Abdul Kohar Lubis, di Kota Pematang Siantar, diteror percobaan pembakaran. Pada 31 Mei 2021, mobil Pujianto Sergai, jurnalis televisi nasional di Kabupaten Serdang Bedagai yang terparkir di depan rumah dibakar orang tak dikenal.
Lalu pada 12 Juni 2021 giliran rumah wartawan Syabarsyah alias Ucok Gondrong di Kota Binjai dibakar secara misterius. Ucok kerap memberitakan tentang maraknya perjudian di kota itu. ia juga pernah diteror dengan bom molotov dan tembakan airsoft gun di rumahnya. Tak lama setelah itu, 25 Juni 2021, terjadi percobaan pembunuhan terhadap Sopian, anak Ucok yang juga berprofesi sebagai jurnalis.
Puncaknya, pada 18 Juni 2021, jurnalis media online Kota Pematang Siantar, Marasalem Harahap, ditembak mati saat hendak pulang ke rumahnya di Desa Karanganyar, Kabupaten Simalungun. Marasalem dikenal kerap menulis berita terkait peredaran narkoba di salah satu Pub kota Pematang Siantar.
Persada Bhayangkara Sembiring menambah daftar korban kekerasan terhadap jurnalis di Sumatera Utara. Sang ibu, Restani Samosir, mengaku terpukul anaknya disiram air keras.
Kondisi anak sulungnya itu masih mengenaskan pascaoperasi. Karena mulutnya terkena air keras, Persada kesulitan makan. Dia juga belum bisa bicara dan harus menjalani perawatan intensif.
“Dia masih sulit membuka matanya, untuk makan juga sulit karena bibirnya terluka karena air keras,” kata Restani ketika ditemui di RSUP Adam Malik.
Ristani meminta polisi serius mengungkap otak pelaku penganiayaan anaknya itu, agar teror serupa pada jurnalis lain berakhir.
“Saya meminta polisi menangkap semua pelakunya,” tandasnya. (BM/TS)