SIAK – Polemik lahan tanah proyek jalan tol Pekanbaru-Dumai gerbang seksi 3 KM 82 Kecamatan Kandis Kota, Kabupaten Siak, Provinsi Riau memasuki babak baru, Rabu (20/10/2021).
Medan Ribka Br Surbakti (62) pemilik tanah seluas 5.996 M² yang terimbas proyek jalan tol tak henti-henti bergerak menuntut hak ganti rugi kepada negara. Betapa tidak tanah yang dibelinya dengan cucuran keringat beberapa tahun silam hingga saat ini tak menerima ganti rugi sepeserpun dari pemerintah.
Ironisnya, bukan hanya Ribka yang meradang. Jonatan Ginting (79) juga mengalami nasib yang sama. Tanah miliknya seluas 3.010 M² pun terkena imbas proyek jalan tol Pekanbaru-Dumai hingga saat ini menuntut hak ganti rugi tanah miliknya.
Menanggapi itu, PPK Pengadaan Eva Monalisa Tambunan kepada kru media ini menjelaskan pelaksanaan pengadaan tanah yang dilakukan BPN dan PUPR sebagai instansi yang memerlukan tanah sudah benar dan tidak ada yang menyalahi aturan.
“Uang ganti kerugian bangunan, tanaman dan apa yang ada diatas tanah sudah diterima oleh Medan Ribka br Surbakti dan Jonatan Ginting sesuai dengan penetapan appraisal,” ujar Eva.
Sedangkan, lanjut Eva, nilai uang ganti kerugian tanah sudah di konsinyasi (dititipkan) pada rekening Pengadilan Negeri Siak sesuai Perma 3 tahun 2016 dan sudah keluar Pemutusan Hubungan Hukum dari BPN Kabupaten Siak.
Disinggung terkait dokumen SKK Migas yang mengklaim tanah warga, Eva mengetahui itu hanya dari surat edaran yang diterimanya, bahwa sebagian lahan tanah milik Medan Ribka br Surbakti dan Jonatan Ginting adalah milik Kementerian Keuangan dipakai SKK Migas digunakan untuk operasional PT. Cevron.
“Ada suratnya, yang diberi ke kami Surat Edaran, kami bersurat kepihak-pihak terkait untuk memastikan milik siapa, kami dapat jawaban surat edaran itu,” pungkas Eva Monalisa, Senin (18/10/2021).
Mengenai sertifikat BPN yang dimiliki Medan Ribka br Surbakti dan Jonatan Ginting, Eva justru menuding sertifikat dari BPN itu tidak serta merta benar dan bisa saja ada kesalahan.
“Jadi mungkin itu ada kesalahan, jadi tidak serta merta mentang-mentang punya sertifikat benar, itulah pengakuan orang BPN,” kata Eva.
Kemudian kru media ini mempertanyakan apakah BPN itu tidak benar, Eva langsung menimpali sembari menjawab begitulah kira-kira. Olehnya, seharusnya Medan Ribka br Surbakti menggugat pihak BPN.
“Ya begitulah kira-kira. Makanya seharusnya ibu Medan itu menggugat BPN, itu sudah kubilang gugat pasti menang ini,” ucap Eva menerangkan.
Sementara, Ariadi Tarigan mantan anggota DPRD Siak yang membidangi pertanahan saat itu, kepada kru media ini menegaskan bahwa pemilik tanah yang terkena proyek tol Pekanbaru-Dumai memiliki sertifikat yang dikeluarkan lembaga resmi yaitu BPN, jadi mereka wajib mendapatkan ganti rugi dari pemerintah.
“Saya tegaskan, SKK Migas itu apa dan kalau hanya SK Gubernur itu jelas SK Gub Nomor 5 tahun 1960 tentang pertanahan tidak ada, dan kalau dikatakan mereka sebagai hak pengelolaan mana bukti sertifikatnya atau sertifikat hak pengelolaanya,” tandas Ariadi
Ariadi melanjutkan, bahwa SKK Migas itu memang tidak ada sertifikat, dan kalau ada tentu BPN tidak mungkin menegeluarkan sertifikat kepada Medan Ribka br Surbakti dan Jonatan Ginting. Kemudian, jika tanah tersebut tumpang tindih seperti yang disampaikan PPK mana bukti suratnya.
“SKK migas itu memang tidak ada sertifikatnya, kalau itu ada sertifikatnya tentu BPN tidak mungkin menegeluarkan sertifikat kepada warga. Dan kalau tanah itu tumpang tindih mana bukti suratnya,” tanya Ariadi balik bertanya.
Diketahui sebelumnya, Medan Ribka Br Surbakti, semula luas tanahnya 5.996 M², terkena proyek jalan tol Pekanbaru-Dumai seluas 4.861 M², sisa tanah seluas 1.135 M². Seiring waktu, tanah mereka yang dinyatakan terkena proyek jalan tol Pekanbaru-Dumai menjadi 2.540 M² dengan alasan 2.321 M² milik SKK Migas yang dikeluarkan SK Gubernur tahun 1959, bahwa 100 M dari jalan raya kanan-kiri milik SKK Migas sepanjang 181 Km Rumbai-Dumai.
Selanjutnya, Jonatan Ginting, semula luas tanahnya terkena proyek jalan tol Pekanbaru-Dumai seluas 3.010 M² dan berubah menjadi 1.679 M² dengan alasan 100 M² dari jalan Raya adalah milik SKK Migas dikurangi 1.331 M², padahal tanah Jonatan Ginting sudah memiliki sertifikat dari tahun 2004 dengan alas hak SKGR tahun 1983. (BTM)