Madina Menangis: Ketika Lumpur Panas Menelan Harapan, SMGP Masih Bungkam

Madina | Jelajahnews – Di Desa Roburan Dolok, Kecamatan Panyabungan Selatan, Kabupaten Mandailing Natal (Madina), Sumatera Utara, alam tak lagi bersahabat ketika diselimuti lumpur dari perut bumi.

Tampak dari belasan semburan lumpur panas kini menghantui warga setiap hari, mengubah tanah yang dulu menjadi sumber kehidupan menjadi ladang ketakutan.

Semburan itu bukan hanya membawa lumpur dan bau menyengat, tetapi juga membawa duka dan kehilangan bagi warga. Kebun-kebun karet yang menjadi andalan ekonomi kini mati, air sungai yang dulunya jernih kini tak bisa dipakai.

Namun, di tengah bencana yang terus meluas ini, suara dari pihak PT Sorik Marapi Geothermal Power (SMGP) perusahaan yang dituding sebagai biang keladi masih sunyi.

“Dulu di sini ada mata air panas kecil untuk mandi. Sekarang sudah berubah jadi kawah lumpur, semua pohon karet kami mati,” ujar Kahfi (30), seorang warga, dengan suara yang nyaris tak terdengar karena emosi yang tertahan, Kamis (24/04/25).

Menurut warga, semburan lumpur pertama kali muncul tak lama setelah aktivitas pengeboran PLTP Sorik Marapi dimulai. Bahkan jaraknya hanya sekitar 10–15 meter dari titik pengeboran. Namun, ketika warga menyampaikan keluhan, tanggapan dari pihak perusahaan justru nihil.

“Sudah berulang kali kami lapor, kami minta penjelasan, tapi tak pernah ada yang datang atau menjelaskan. Kami merasa tak dianggap,” keluh seorang warga lainnya.

Parahnya lagi, kualitas air di Sungai Aek Roburan, yang mengalir ke empat desa sekitar, juga memburuk. Airnya bau menyengat, dan banyak petani mengeluhkan panen padi yang terus menurun sejak aktivitas pengeboran dilakukan.

Warga menuding, dampak ini tak mungkin disebut sebagai “fenomena alam biasa”. Terlalu banyak kebetulan yang terjadi sejak proyek PLTP ini beroperasi.

Kritik tajam juga datang dari WALHI Sumatera Utara. Organisasi lingkungan ini menegaskan bahwa SMGP sudah beberapa kali terseret kasus pencemaran lingkungan, bahkan tragedi.

Investigasi WALHI menemukan bahwa SMGP bersalah dalam kasus keracunan massal pada 2024 lalu. Dan sebelumnya, pada 2021, lima orang warga meninggal dunia akibat kebocoran gas dari proyek yang sama.

“Ini bukan kali pertama mereka abai. Tapi sampai hari ini, belum ada bentuk pertanggungjawaban yang layak. Ini bentuk nyata pembiaran atas penderitaan masyarakat,” kata perwakilan WALHI dalam pernyataannya.

Ketua Ikatan Pemuda Madina, Tan Gozali, juga mengecam keras lambannya respon SMGP. “Bukan cuma Roburan Dolok, sekarang semburan mulai muncul di desa-desa lain. Ini bukan bencana alam, ini dampak langsung dari eksploitasi yang tak bertanggung jawab,” tegasnya.

Kini, masyarakat Roburan menanti keadilan. Bukan hanya untuk pohon-pohon karet yang mati, tapi untuk hidup mereka yang perlahan direnggut oleh kerakusan dan ketidakpedulian.

“Ketika suara rakyat dibungkam dan alam pun dipaksa bicara, apakah perusahaan dan pemerintah masih bisa terus berpaling?”. (JN- Irul)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *