SIDEMPUAN – Mengenai polemik yang merundung salah seorang eks karyawan atau penyiar PT RAU FM Padang Sidempuan atas nama Sri yang diduga di PHK sepihak memasuki babak baru, Rabu (23/3/2022).
Kepala Bidang (Kabid) Disnaker Kota Padang Sidempuan Ismail Marzuki, saat diwawancara mengungkapkan, bahwa PT RAU FM tidak teregistrasi atau tidak terdaftar dan belum pernah wajib lapor ke Dinas Ketenagakerjaan Kota Padang Sidempuan.
Untuk diketahui, kata Ismail, di dalam Pasal 6 ayat (2) Undang-undang Nomor 7 tahun 1981 tentang wajib lapor ketenagakerjaan di perusahaan.
“Ada 198 perusahaan yang mendaftar di Disnaker PSP, untuk PT RAU FM belum pernah terdaftar dan belum pernah wajib lapor untuk pengesahaan peraturan perusahaan,” katanya.
Disamping itu, untuk izin perusahaan wajib mendaftarkan diri di dinas perizinan, dan Disanaker hanya mencatat bukti pencatatan perusahaan apakah perusahaan itu telah berjalan.
“Kami secara regulasi hanya mencatat bukti pencatatan, bahwasanya perusahaan itu telah berjalan, berapa jumlah karyawan, waktu jadwal kerja itu di catat pertahun,” ujarnya menjelaskan.
Lebih lanjut, sambung Ismail, didalam UU Cipta kerja, Disnaker hanya sebagai mediator dalam menyelesaikan suatu masalah untuk mengambil titik tengahnya, bukan mencari yang menyalahkan. Karena pihaknya hanya menjalankan sesuai tupoksinya.
Kemudian, terkait pegawai PT RAU FM yang diduga di PHK atas nama Sri, lanjut Ismail, menurut pribadinya ada hal dari PT RAU FM tidak komitmen, karena ucapan pertama dan kedua sudah berbeda. Lantaran, pengakuan pertama Rp 1,5 juta namun yang dituntut Sri Rp 4 juta.
“Dan saya katakan, memang penilaian pasangon itu bukan jatuh ke Disnaker, tapi nantinya dari pengadilan yang menentukan berapa yang di bayarkan,” ujarnya lagi.
Kalau sampai masalah ini belum dapat titik terangnya, kata Ismail, ini bisa dilimpahkan ke PHI. Kalau saja ke PHI, akan menghabiskan waktu dan financial melebihi dari pasangon yang diterima.
“Kedua belah pihak memiliki kelemahan karena tidak adanya kontrak kerja. Upaya kami sudah tiga kali, dan sebenarnya sangsi seperti itu jelas pencabutan izin, itupun acuanya harus dari pengadilan PHI nggak boleh serta merta kami langsung untuk mencabut izinya,” paparnya.
Dikatakannya, saat mediasi pihak PT RAU FM hanya mampu memberi pesangon Rp 1,5 juta, sementara Sri meminta haknya 4 juta, namun hanya pengadilan yang bisa menentukan kepastian nilai pesangonnya.
Kelemahan hukumnya, lanjutnya, mereka kedua belah pihak tidak memiliki kontrak kerja atau perjanjian kerja.
“Kalaulah dia menerima 1,5 juta itu diterima, mungkin permasalahan ini selesai karena pihak perusahaan hanya mampu membayar pesangon 1,5 juta,” tambahnya.
Terpisah, saat dikonfirmasi pihak PT RAU di kantornya, managamen perusahaan atau pimpinan perusahaan tidak dapat temui dan tidak ada nomor kontak yang dapat dihubungi.
Kru media ini hanya bertemu seorang pegawai yang mengaku sebagai penyiar, dan tidak bersedia juga memberikan nomor kontak pimpinan perusahaan atau orang yang bertanggung jawab untuk memberikan keterangan kepada wartawan.
Pegawai yang tak mau menyebut namanya itu, justru mengarahkan wartawan ke pengacara mereka. Namun ketika diminta nomor pengacara yang dimaksud tidak bersedia memberikannya.
“Saya sudah sampaikan kepada pimpinan Pak, kata pimpinan, bapak bicara sama pengacaranya kita saja, terima kasih ya pak atas infonya,” katanya. (Irul)