SIDEMPUAN – Aksi kekerasan terhadap Jeffry Barata Lubis (42), wartawan salah satu media terbitan Medan yang bertugas di Mandailing Natal (Madina), tidak boleh dibiarkan.
Polisi didesak bertindak cepat menangkap pelaku dan otak intelektual penganiayaan yang dilakukan terhadap wartawan tersebut.
Informasi yang dihimpun, pemukulan tersebut diduga kuat terkait Pemberitaan Tambang Emas Illegal (PETI) di Madina, yang belakangan ini kerap diberitakan.
Akibat pemukulan itu, Jefri mengalami bengkak dipelipis wajah sebelah kanan dan mengalami luka-luka di kaki kiri.
Belum diketahui secara pasti bagaimana kronologis pemukulan tersebut. Sebab, saat berita ini dimuat, Jefri bersama sejumlah wartawan di Madina masih membuat laporan atas tindakan pemukulan ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polres Madina.
“Kita turut mengecam kekerasan terhadap wartawan dari aksi premanisme. Ini tidak boleh dibiarkan,” ujar Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Tabagsel, Sukri Falah Harahap, didampingi Sekretaris Ikhwan Nasution, Sabtu (5/3/2022).
Menurut Sukri Falah, upaya pembungkaman pers mengungkap suatu kebenaran sangat tidak dibenarkan. Jurnalis adalah profesi mulia yang dilindungi undang-undang.
Jika keberatan dengan pemberitaan di media, ada mekanisme hak jawab sebagaimana diatur UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Bukan main brutal dengan melakukan tindakan kriminal terhadap wartawan.
Hal senada disampaikan Ikhwan Nasution, kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat dan menjadi unsur yang sangat penting untuk menciptakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokrasi, sehingga kemerdekaan mengeluarkan pikiran dan pendapat sebagaiman tercantum dalam pasal 28 undang-undang Dasar 1945 harus dijamin.
Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum.
Diketahui, penganiayaan yang dialami Jeffry Batara Lubis sudah tidak lagi mencerminkan bahwa negara kita sebagai negara hukum yang berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan dan supremasi hukum.
Oleh karena itu polisi harus bertindak cepat dan melaksanakan amanat nota kesepahaman antara dewan pers dengan kepolisian negara republik Indonesia Nomor: 2/DP/MoU/II/2017 Nomor :B//.15/II/2017 tentang koordinasi dalam perlindungan kemerdekaan pers dan penegakan hukum terkait penyalahgunaan profesi wartawan.
“Kasus kekerasan terhadap jurnalis bukan pertama kali terjadi. Kejadian seperti ini sangat kita sayangkan. Semoga polisi segera bertindak dan memberikan keadilan terhadap kasus ini. Kalau tidak polisi juga patut kita curigai tidak lagi bersikap netral,” ujarnya.
Ia juga berharap wartawan di Mandailing Natal (Madina) tetap kompak, solid, jangan terpecah apalagi diadu domba.
“Kita kuat ketika kita bersatu, dan lemah ketika bercerai berai, ayo kawal kasus ini sampai keadilan benar-benar terungkap,” katanya. (Irul)