MEDAN – Wakil Gubernur (Wagub) Sumatera Utara (Sumut) Musa Rajekshah berharap Electronic Government (e-government) bisa terlaksana secara utuh di Sumut, bahkan hingga ke lingkup terkecil pemerintahan, seperti kecamatan dan desa/kelurahan. Hal ini untuk mewujudkan transparansi tata kelola pemerintahan dan mempermudah layanan pemerintah kepada masyarakat.
Hal ini disampaikan Musa Rajekshah usai pertemuan dengan Komisi II DPR RI di Kantor Gubernur Sumut, Jalan Pangeran Diponegoro Medan, Jumat (17/12/2021).
“Kita mau pemerintahan ini berjalan dengan baik, dengan efisien, transparan dan terawasi. Kita harapkam Electronic Government (e-government) ini bisa terlaksana secara utuh, tidak sepotong-sepotong. Ini kita berharap pemerintah pusat melalui Komisi II DPR RI, bagaimana e- government ini bisa teradopsi sampai ke kabupaten/kota, bahkan sampai kecamatan dan kelurahan/desa,” kata Musa Rajekshah
Wagub mengakui, dibutuhkan waktu dan anggaran yang besar untuk mewujudkan hal tersebut. “Tapi kalau kita mulai dari sekarang, saya yakin bisa terlaksana dan bisa gampang pengawasannya,” kata Ijeck, sapaan akrab Musa Rajekshah.
Ijeck juga berharap kunjungan Komisi II DPR RI ke Sumut dalam rangka Reses, dapat membantu Pemprov Sumut menyuarakan keinginan ke pemerintah pusat. “Dengan kedatangan Komisi II ke sini, memberi arahan ke kami seperti apa pelaksanaan pemerintahan itu, dan harapan kami apa-apa yang kami rasakan selama ini yang perlu bantuan dari pusat, melalui Komisi II DPR RI bisa tersampaikan dan terlaksana di Sumut,” ujarnya.
Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Junimart Girsang menyampaikan, untuk mewujudkan e- government seperti harapan Wagub dibutuhkan anggaran yang cukup besar. “Tentu ini menjadi tanggung jawab pemerintah pusat. Harapan kita karena daerah yang tau situasi, maka daerah harus memberikan informasi ke pusat, karena akan berbeda geografis setiap daerah. Ini perlu dipikirkan,” ujarnya.
Junimart juga mengaku senang dengan pertemuan tersebut karena ada beberapa terobosan yang dilakuka Pemprov Sumut. “Bagaimana mengubah paradigma, mengubah stigma Sumut supaya ke depan Sumut ini bisa menjadi provinsi percontohan di Indonesia. Dan apa yang kami dapatkan dalam pertemuan ini akan kami sampaikan di raker dengan para mitra kerja kementerian,” jelasnya.
Sementara Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumut Abyadi Siregar yang juga hadir dalam pertemuan tersebut menyampaikan bahwa pelayanan publik yang diselenggarakan pemerintah daerah di Sumut masih banyak dikeluhkan masyarakat.
Hal ini terlihat dari jumlah laporan masyarakat yang masuk ke Ombudsman dari tahun ke tahun selalu berada di peringkat atas. Pada tahun 2021 misalnya, dari 143 laporan pengaduan masyarakat yang ditangani Ombudsman Sumut, 41,2% di antaranya tentang Pemda atau berada di peringkat teratas. Sementara kepolisian berada di peringkat dua dengan 16%.
“Beberapa jenis pelayanan publik yang paling sering dilaporkan masyarakat ke Ombudsman adalah terkait dengan layanan pemerintah daerah dan layanan kepolisian. Dan yang paling menonjol adalah terkait dengan maladministrasi penundaan berlarut, penyimpangan prosedur, tidak kompeten, dan sebagainya,” kata Abyadi.
Namun menurut Abyadi, dari pengawasan yang dilakukan Ombudsman selama ini, sudah mulai ada perbaikan atau peningkatan kepatuhan pemerintah daerah terhadap pemenuhan standar pelayanan publik.
Ini terlihat dari hasil survei yang dilakukan Ombudsman Sumut sejak tahun 2016-2019. Dari 20 Pemda yang dinilai, tercatat delapan Pemda meraih Predikat Zona Hijau (kepatuhan tinggi). “Meski sebetulnya, jumlah ini masih sangat jauh dari harapan,” ungkapnya.
Selain itu, lanjut Abyadi, jumlah laporan terkait pungutan liar di unit-unit layanan publik, terutama di sektor pendidikan juga semakin berkurang. “Dalam tiga tahun terakhir, laporan terkait pungli di sektor pendidikan semakin minim,” pungkasnya.(JNS)