P.SIDIMPUAN|Jelajahnews.id- Hapsyah Sri Mei Siregar warga Padang Matinggi Kecamatan Padangsidimpuan (Psp) Kota P.Sidimpuan melalui kuasa hukumnya, Muhammad Sulaiman telah melaporkan inisial SH kepihak kepolisian, Jum’at (16/02/2024).
Pasalnya, Inisial SH telah menguasai tanah milik Hapsyah Sri Mei Siregar dan diduga kuat telah membuat surat penjualan palsu yang didapat ada banyak kejanggalan dalam surat tersebut.
“Hari ini kami melaporkan terkait melaporkan adanya indikasi dugaan surat palsu yang dilakukan terlapor inisial SH, MH dan inisial HH,” papar Sulaiman usai membuat laporan ke Polres P.Sidimpuan.
Lebih lanjut, Sulaiman menjelaskan, adapun kejanggalan dalam surat tersebut antara lain, judul surat tersebut dengan judul ‘Penjualan bukan surat Jual Beli’.
Kemudian, atas nama penjual Tjio Tjeng Liong merupakan warga Tionghua yang dimana pada masa tahun 1936 warga negara asing bukan bumi putera hanya saja diperbolehkan atau diizinkan terhadap hak pakai, dan hak sewa bangunan atas tanah.
Sehingga, lanjut Sulaiman, patut kami duga penjual sebelumnya Tjio Tjeng Liong tidak memiliki legalitas sebagai penjual didalam surat jual-beli tersebut dikarenakan Tjio Tjeng Liong tidak dapat memiliki hak sebidang tanah.
Parahnya lagi, dari surat penjualan dan kwitansi penjualan ada perbedaan harga yang mana dalam surat penjualan sebidang tanah yang berada di Padang Balaka seharga F 500 tercantum (Lima Ratus Ribu Rupiah).
Dan dari kwitansi penjualan berbeda jauh harganya yang mana dalam kwitansi tercantum harga F 25. Jadi dari hal ini, Sulaiman menilai surat penjualan ini manipulatif atau palsu.
“Jadi, kami merasa janggal apakah mata uang F itu foundsterling, dan sebutan mata uang indonesia rupiah pada tahun 1936 belum ada, uang Rupiah baru ada secara resmi tahun 1946. Sementara mata uang belanda pada tahun 1936 menggunakan Golden bukan F,” terang Advokat Muda ini.
Gelar Hadji Indonesia tahun 1936 Dipertanyakan, Sebab Hadji Pertama RI tahun 1948
Selain itu, Sulaiman juga merasa ragu atas nama Hadji Asan sebagai Gelar Haji atau sebutan Simbol untuk setiap rakyat Indonesia sekembalinya ditanah suci, ia menduga surat yang diperlihatkan kepada kliennya an Hapsyah Sri Mei Siregar merupakan dugaan surat palsu.
Sebab, kata Sulaiman, pada tahun 1936 pemerintah negara Republik Indonesia (RI) belum ada memberangkatkan warga negara Indonesia ketanah Suci. Sementara diketahui dari situs resmi sejarah keberangkatan warga negara Indonesia pertama ke tanah suci untuk Haji di tahun 1948.
Dari hal ini, Sulaiman menyebutkan, bahwa klientnya an Hapsyah merasa keberatan atas bekal surat dugaan palsu yang digunakan oleh inisial SH, MH dan inisial HH atas penguasaan objek tanah milik klientnya yang memiliki Alas Hak yang Sah dan merupakan surat Asli.
“Kami menduga terdapat dugaan surat palsu itu yang bertentangan dengan hukum pasal 263 ayat 1 KUHP, diancam dengan pidana 6 tahun,” ungkapnya.
Terkait hal ini, Sulaiman meminta kepada pihak kepolisian terkhususnya ke Kapolres P.Sidimpuan untuk melaksanakan atensi Kapolri, yang mana dalam perintahnya disebutkannya ke publik melalui media, menyatakan perintah kapolri tak ragu usut siapapun baking mafia tanah.
“Jadi artinya kami ingin menguji, sejauh mana intruksi dari petinggi Mabes Polri mengusut perkara ini sampe ke Polres P.Sidimpuan,” cetusnya.
Dikuasai 55 Tahun, Tiba2 Oknum Klaim Tanah Miliknya dengan Surat Jual Diduga Palsu
Dijelaskan Sulaiman, bahwa histori tanah tersebut berawal tahun 1965 an Bongkar Siregar telah menguasai tanah tersebut dari tahun 1965 sampai 2009, artinya 44 tahun lamanya bongkar Siregar menguasai tanah ini tidak ada masalah dari pihak lain yang mengklaim milik oknum lain.
Selanjutnya, ditahun 2009 Borkat Siregar menjual tanahnya kepada Khairuddin Nasution selaku pembeli dan telah mengusai tanah ini selama 5 tahun sampe tahun 2014 tidak ada permasalahan ataupun tidak ada surat gugatan dari oknum lain.
Kemudian, ditahun 2014 ibu Hapsyah Sri Mei Siregar membeli tanah tersebut dari Khairuddin Nasution, dan telah menguasai dan mengelolah tanah tersebut dari 2014-2020 atau sudah 6 tahun.
“Kalau ditambahkan 1965 sampe 2020, artinya tanah ini 55 tahun sudah dikuasai 3 orang. Namun tahun 2020, ada tiga orang kakak beradik inisial SH, MH dan inisial HH menunjukan 1 potong surat tahun 1936 yang katanya zaman Belanda pemiliknya warga Tionghoa,” ujarnya.
Jadi, hal ini Sulaiman meminta kepada pihak Polres untuk menanyakan asal usul surat tersebut dipergunakan terlapor untuk mengklaim tanah klientnya seluas 3.700 meter. Dan hari ini sudah dikuasai dan dibagi-bagi.
“Ini dasar kami datang ke Polres P.Sidimpuan. kami berharap atensi Kapolres untuk memberikan kepastian hukum kepada klient kami nantinya.
Dan saya ingin mengetes juga atensi seperti apa intruksi mabes Polri ini terkait oknum yang kita duga ini mafia tanah, dan sudah sampai tidak dari mabes Polri sampai ke bawahannya,” tandas Advokat muda yang kritis ini. (JN-Irul)