Pungli NUPTK, Oknum Cabdisdik Wil XI Diduga Manfaatkan Keterbatasan Sistem

P.SIDIMPUAN| Jelajahnews – Cabang Dinas Pendidikan Propsu Wilayah XI tidak memiliki kewenangan dalam pengelolaan atau penerbitan Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK).

Hal itu ditegaskan oleh Kacabdisdik Provsu Wilayah XI, Drs Oloan Nasution dalam surat balasan konfirmasi awak media pada 23 September 2024.

Menurut Oloan melalui surat, pengurusan NUPTK sepenuhnya dilakukan melalui sistem aplikasi dalam jaringan (online) dan melibatkan beberapa pihak terkait, seperti operator sekolah, operator dinas pendidikan, dan pusat data dari Kementerian Pendidikan.

Kemudian, pihaknya juga menekankan bahwa hingga saat ini, tidak pernah ada keluhan terkait dugaan praktik pungli dalam pengurusan NUPTK yang sampai ke pihak mereka.

Namun, realita di lapangan sepertinya menunjukkan gambaran berbeda. Berdasarkan keterangan dari salah satu guru honorer di sebuah SMK swasta di wilayah Padangsidimpuan, terdapat dugaan kuat adanya oknum di Cabang Dinas Pendidikan Wilayah XI yang meminta uang dengan nominal mencapai Rp 1.200.000,- untuk mempercepat proses pengurusan NUPTK.

Oknum tersebut bahkan menggunakan istilah “Jalur Doraemon” sebagai kode untuk layanan pengurusan kilat. Kondisi ini tentunya berlawanan dengan apa yang disampaikan pihak dinas, di mana mereka menegaskan bahwa pengurusan NUPTK dilakukan secara transparan tanpa pungutan liar.

Ironisnya, dalam surat balasannya, pihak Cabang Dinas Pendidikan Wilayah XI menyebutkan bahwa mereka telah melakukan berbagai upaya untuk mencegah terjadinya praktik pungli, seperti pengawasan melekat dan sosialisasi regulasi.

Namun, pengakuan guru honorer tersebut menunjukkan adanya celah yang memungkinkan oknum-oknum tak bertanggung jawab untuk memanfaatkan sistem yang seharusnya berjalan transparan dan adil.

Lebih dari itu, alasan “keterbatasan sumber daya” yang disampaikan dalam surat resmi tersebut menimbulkan pertanyaan. Apakah ini menjadi pembenaran atas ketidakmampuan pihak dinas dalam mencegah praktik pungli?

Jika sumber daya yang terbatas dijadikan alasan, maka sudah seharusnya pemerintah daerah atau provinsi bergerak cepat untuk memperbaiki sistem pengawasan dan meningkatkan kapasitas personel agar setiap layanan publik, termasuk pengurusan NUPTK, berjalan sebagaimana mestinya tanpa ada penyimpangan.

Kasus ini juga mencerminkan lemahnya pelaporan dari pihak-pihak yang merasa dirugikan. Meskipun dinas menyarankan pelaporan lebih rinci melalui email resmi mereka, masyarakat sering kali enggan melaporkan karena minimnya tindak lanjut atau takut mendapat sanksi tak langsung.

Jika sistem pelaporan dan penanganan aduan dari guru atau tenaga kependidikan tidak ditangani dengan baik, maka praktik pungli seperti ini bisa terus berlangsung tanpa pengawasan yang memadai.

Sebagai langkah konkret, perlu adanya investigasi mendalam terhadap dugaan ini, serta tindakan tegas terhadap oknum-oknum yang terlibat.

Pihak-pihak yang merasa dirugikan juga diharapkan lebih berani untuk melaporkan kejadian tersebut agar masalah ini tidak terus berlarut-larut dan mencoreng integritas pelayanan publik di sektor pendidikan.( P.Harahap)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *