P.SIDIMPUAN | Jelajahnews – Suasana memanas terjadi di halaman Kantor Wali Kota Padangsidimpuan, Selasa (03/06/25), saat ratusan emak-emak petani dari Kecamatan Batunadua mendatangi kantor pemerintahan tersebut.
Mereka menuntut janji pemerintah yang belum ditepati terkait irigasi Ujung Gurap yang tak kunjung mengalirkan air ke persawahan mereka.
Dengan mengenakan kerudung warna-warni dan membawa spanduk protes, para petani duduk bersila dan meneriakkan yel-yel serempak, “Mana janji Bapak?!” Sembari menggoyang pintu masuk kantor wali kota yang dijaga ketat oleh personel Satpol PP dan Kepolisian.
Irigasi Rp 3,2 Miliar Gagal Atasi Krisis
Proyek rehabilitasi irigasi Ujung Gurap yang menelan anggaran Rp3,2 miliar dinilai gagal mengatasi krisis air yang kini melanda tujuh desa.
Meski proyek ini sempat digadang-gadang menjadi solusi, nyatanya hingga kini air belum kembali mengalir ke lahan pertanian masyarakat.
“Katanya seminggu selesai sejak 1 Agustus 2024, tapi sekarang sudah Juni 2025. Kami masih berdiri di sini, sawah kami masih kering,” seru Harismunandar, mahasiswa yang turut berorasi mewakili para demonstran.
Setelah sempat tertahan di luar, massa akhirnya diizinkan masuk ke dalam gedung dan duduk bersilang di lobi kantor wali kota, menyampaikan langsung keresahan dan tuntutan mereka yang selama ini terpendam.
Wali Kota Tak Hadir, Warga Kecewa
Aksi tersebut disambut oleh Staf Ahli Wali Kota, Rahmat Marzuki, yang menyampaikan bahwa Wali Kota Dr. H. Letnan Dalimunthe, S.K.M., M.Kes. sedang menunaikan ibadah haji dan akan kembali dalam beberapa hari ke depan.
Rahmat berjanji akan menyampaikan aspirasi massa kepada pimpinan, namun warga tetap kecewa karena tidak ada perwakilan setingkat Wakil Wali Kota, Sekda, ataupun OPD teknis yang hadir saat itu.
“Kami ingin penjelasan langsung dari pimpinan, bukan hanya janji-janji baru,” teriak salah satu petani.
Warga pun mengancam akan melakukan blokade Jalan Lintas Sumatera (Jalinsum) jika tuntutan mereka tidak segera ditindaklanjuti, sebagai upaya menarik perhatian pemerintah pusat, bahkan Presiden.
Ketahanan Pangan Terancam, Desa Jadi Kuburan Pertanian?
Indonesia dikenal sebagai negara agraris. Namun, di Padangsidimpuan, para petani merasa kian terpinggirkan. Kekeringan yang berkepanjangan telah membuat mereka tak bisa lagi menanam padi seperti tahun-tahun sebelumnya.
“Bagaimana kami bisa menanam kalau air saja tidak ada? Jangan sampai desa-desa ini jadi kuburan pertanian,” ujar salah satu tokoh petani dalam aksi.
Dalam aksinya, massa menyampaikan lima poin tuntutan utama:
- 1. Kepercayaan terhadap Wali Kota mulai terkikis akibat ketidaktepatan janji.
- 2. Janji aliran air sejak Agustus 2024 belum juga terealisasi.
- 3. Proyek irigasi dinilai tidak transparan dan tidak menyelesaikan masalah.
- 4. Masyarakat menuntut hak atas hidup layak dan pembangunan yang merata.
- 5. Mengajak seluruh elemen masyarakat untuk tidak diam atas ketidakadilan.
Respons Dinas Terkait, Ada Solusi Darurat
Tak lama kemudian, Kepala Dinas Perumahan dan Pemukiman (Perkim), Imbalo Siregar, menemui para demonstran.
Ia menjelaskan bahwa Pemko Padangsidimpuan bersama UPT Pengairan dan sejumlah kepala desa telah melakukan rapat membahas solusi sementara.
“Karena anggaran belum tersedia, kami sepakat melakukan pengaliran air menggunakan drum plastik sepanjang puluhan meter mulai besok, serta membersihkan sedimen parit secara gotong royong,” jelasnya.
Namun, solusi ini belum sepenuhnya menjawab kebutuhan para petani. Mereka menilai proyek irigasi yang selama ini dilakukan justru sarat kejanggalan, buis beton hilang, box culvert mangkrak, dan volume air tidak mencukupi hingga memicu kecemburuan antar petani.
Satu Suara, Petani Tidak Akan Diam Lagi
Aksi ini menjadi simbol kebangkitan petani Batunadua yang selama ini memilih diam. Kini mereka bersatu, menyuarakan hak dan masa depan mereka.
“Kami bukan ingin ribut, kami cuma ingin air! Karena itu kami berdiri di sini. Kalau masih diabaikan, kami akan terus bergerak!” seru seorang emak-emak yang disambut tepuk tangan massa. (JN-Irul)