OTT Kasus Suap Nodai Demokrasi Pemilu, DKPP Harusnya Pecat Komisioner KPU P.Sidimpuan

P.Sidimpuan| Jelajahnews.id – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) seharusnya memecat oknum Komisioner KPU Padangsidimpuan (Psp) yang dinilai menodai atau mencoreng Demokrasi Pemilu agar menjadi efek jera.

Hal itu ditegaskan oleh Ketua Lembaga Swadya Masyarakat (LSM) Bangsa Institut Tapanuli Bagian Selatan (Tabagsel), Parlindungan Harahap, SH ketika awak media meminta tanggapanya, Jum’at (19/07/24).

“Setidaknya ada sanksi pemberhentian yang diberikan oleh DKPP kepada oknum Komisioner KPU P.Sidimpuan yang sudah menodai Demokrasi Pemilu,” ungkapnya.

Menanggapi kinerja Polda Sumut atas penangkapan Parlagutan Harahap ketika Operasi Tangkap Tangan (OTT) kasus penerimaan Suap, dan ditetapkan sebagai tersangka, ia sangat mengapresiasinya meski mengeluarkan surat pemberhentian penyidikan.

“Meski pemberhentian penyidikan, pihak DKPP harus memberikan sanksi tegas pencopotan agar menjadi efek jera ke Parlagutan yang lain,” tegas Parlindungan.

Lebih lanjut, Parlindungan mengatakan, bahwa kasus tersebut sangat disayanginya dikarenakan pihak KPU RI mengeluarkan surat pengaftifan kembali Parlagutan sebagai Komisioner KPU P.Sidimpuan.

Waduh! Tersangka OTT Pemerasan Berkeliaran di Kantor KPU Psp, Kok Dilepas?
Foto: Kantor KPU P.Sidimpuan.

Menurutnya, oknum Komisioner KPU P.Sidimpuan tidak pantas untuk di aktifkan kembali bekerja. Sebab, sudah merusak Interigritas KPU dan nilai-nilai demokrasi Republik Indonesia (RI)

Disebutkan Parlindungan, kasus ini mencuat setelah Parlagutan diduga menerima suap terkait proses pemilihan umum ke Calon legislatif di Kota P.Sidimpuan yang di OTT oleh pihak Polda Sumut dengan mengamankan Parlagutan dan barang bukti berupa sejumlah uang.

Namun, meskipun sudah ada keputusan hukum yang menetapkannya sebagai tersangka, DKPP belum memberikan sanksi kode etik kepada Parlagutan.

Parlindungan juga menyayangkan, keputusan DKPP yang tidak menjatuhkan sanksi kode etik terhadap Parlagutan. Menurutnya, hal ini menodai kepercayaan publik terhadap integritas penyelenggara pemilu.

“Kasus ini sangat memprihatinkan. Ketika seorang Komisioner KPU ditetapkan sebagai tersangka suap, seharusnya DKPP bertindak tegas dengan memberikan sanksi kode etik. Kegagalan memberikan sanksi hanya akan merusak kepercayaan masyarakat terhadap KPU dan proses demokrasi kita,” ujarnya

Parlindungan menegaskan, penanganan kasus-kasus semacam ini harus transparansi dan akuntabilitas karena hal ini sangat penting agar masyarakat kembali percaya dalam proses penegakan hukum di Indonesia khususnya di Sumatera Utara ini.

“KPU adalah lembaga yang seharusnya menjunjung tinggi integritas dan profesionalisme. Dengan tidak memberikan sanksi kode etik, DKPP seakan mengirim pesan bahwa pelanggaran semacam ini bisa ditoleransi,” cetusnya.

Kasus Parlagutan Harahap ini menjadi sorotan publik dan menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana penegakan kode etik di tubuh KPU.

Ia berharap adanya tindakan tegas dan langkah-langkah konkret untuk memastikan bahwa semua pelanggaran, baik pidana maupun etika, ditangani dengan adil dan transparan.

Kronologi OTT Kasus Suap Komisioner KPU P.Sidimpuan Bermodus Jual Beli Suara

Sebelumnya diberitakan, Parlagutan Harahap disebut memeras korban salah satu Calon Legislatif (Caleg) dengan modus jual beli suara. Awalnya pelaku meminta uang sebesar Rp 50 juta dengan dalih akan memberikan 1.000 suara kepada korban.

OTT terhadap PH ini berawal dari laporan korban kepada pihak kepolisian. Setelah diselidiki, Tim Saber Pungli Polda Sumut lalu melakukan OTT kepada Parlagutan Harahap di salah satu kafe di P.Sidimpuan, Sabtu (27/1/2024).

Saat dilakukan OTT, Tim Saber Pungli Polda Sumut menemukan barang bukti uang senilai Rp 25 juta. Setelah OTT, Polda Sumut lalu menetapkan Parlagutan Harahap sebagai tersangka. Status tersangka PH ditetapkan satu hari setelah pelaku ditangkap.

Tidak itu saja, selain melakukan pemerasan, Parlagutan juga diduga melakukan penekanan atau pengancaman kepada salah satu oknum PPK. Dimana Parlagutan waktu itu tengah bersama seorang anggota Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) inisial R yang merupakan perantara Parlagutan dan F, yang mengantarkan uang tersebut.

Beruntungnya R hanya berstatus saksi dalam kasus ini. Sebab, R terpaksa menjadi perantara karena ditekan. R ketakutan akan dicopot Parlagutan Harahap jika tidak mau menjadi perantara uang itu. (JN-Irul)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *