P.SIDIMPUAN| Jelajahnews.id – Keputusan kontroversial kembali mencuat dari Pengadilan Negeri (PN) Padangsidimpuan (Psp). Pasalnya, Majelis Hakim dengan Hakim Tunggal berinisial RRS memutus perkara diwarnai dengan kejanggalan.
Hal itu diungkapkan oleh Muhammad Sulaiman Harahap,SH selaku kuasa hukum Muammar Khadafi Nasution ke awak media melalui pesan Whats App, Rabu malam (14/08/24).
Diketahui Majelis Hakim dengan Hakim Tunggal mengeluarkan surat putussan dengan Nomor 4/Pdt.G.S/2024/PN PSP pada tanggal 8 Agustus 2024 yang lalu. Dalam Amar putusan nya, pada point’ 4 mengatakan menghukum Tergugat I dan Tergugat II.
Kemudian, untuk membayar total kerugian yang dialami Penggugat sebesar Rp 267.532.500 (Dua ratus enam puluh tujuh ribu lima ratus tiga puluh dua lima ratus rupiah).
Dijelaskan M. Sulaiman, bahwa gugatan dari PT. ITC yang diajukan terhadap Muammar Khadafi Nasution dan istrinya dikabulkan, meski gugatan tersebut dianggap “salah kamar” dan mengandung banyak ketidakcermatan.
Keganjilan utama terlihat pada halaman 4 poin 10 putusan, di mana disebutkan bukti berupa Formulir Permohonan Kredit atas nama Birma Hasibuan.
Namun, kata Sulaiman, bahwa Birma Hasibuan ini tidak ada kaitannya dengan para pihak dalam perkara tersebut. Muhammad Sulaiman Harahap, SH, advokat yang mewakili pihak tergugat, menyoroti kesalahan fatal ini.
“Posita dalam gugatan adalah dasar esensial yang menjelaskan hubungan hukum antara penggugat, tergugat, dan objek sengketa. Ini adalah bukti ketidakcermatan yang mencolok,” tegasnya.
Posita yang menguraikan dalil-dalil hukum yang menjadi dasar gugatan ini, seharusnya merujuk pada Rv Pasal 8 nomor 3 yang juga mengatur tentang pentingnya kejelasan posita dan petitum dalam gugatan.
M.Sulaiman mengatakan, kesalahan dalam menyertakan Birma Hasibuan, yang ternyata adalah terpidana kasus penggelapan dengan vonis 1 tahun 6 bulan penjara pada 24 Juni 2024, semakin memperkuat anggapan bahwa gugatan ini kabur dan tidak jelas.
Lebih lanjut, M. Sulaiman Harahap mengungkapkan bahwa pada tanggal 8 Agustus 2024, putusan dibacakan melalui e-Court dengan amar yang memerintahkan tergugat untuk membayar kerugian sebesar Rp267.532.500.
Namun, kata Sulaiman, secara mengejutkan pada 9 Agustus 2024 sekitar pukul 11.00 WIB, amar putusan tersebut tiba-tiba berubah. Hal ini menimbulkan tanda tanya besar bagi Muammar Khadafi Nasution yang merasa dirugikan oleh perubahan putusan tersebut.
“Tidak boleh main-main dengan konsekuensi keputusan yang dibuat oleh majelis hakim. Perubahan putusan yang tiba-tiba hanya menambah penderitaan seseorang,” ungkap Muammar Khadafi dengan nada kecewa.
Kliennya Muammar Khadafi bahkan tidak mengenal siapa Birma Hasibuan yang disebut dalam putusan, yang semakin membuatnya heran bagaimana nama tersebut bisa muncul dan menjadi dasar putusan.
Dalam upaya mencari keadilan, Muhammad Sulaiman Harahap, SH, tidak tinggal diam. Ia mengajukan memori keberatan pada tanggal 12 Agustus 2024, dilengkapi dengan rekaman fakta persidangan dan mediasi yang diserahkan dalam bentuk flashdisk.
“Saya juga telah menuliskan pengaduan resmi kepada Ketua Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia, Ketua Komisi Yudisial, serta Kepala Badan Pengawasan Mahkamah Agung,” ujarnya, menegaskan bahwa langkah ini diambil demi menjunjung tinggi keadilan.
Dalam kesempatan yang sama, Muhammad Sulaiman Harahap juga menyampaikan pesan inspiratif kepada publik, “Apa yang adil dan wajar, itulah yang menarik perhatianku.
Jika seseorang memperlakukan kamu dengan tidak adil, kamu mungkin bisa melupakannya, tetapi jika kamu yang melakukan hal itu, kamu akan mengingatnya selamanya.” ungkapnya.
Ia juga mengucapkan selamat memperingati Hari Ulang Tahun Mahkamah Agung, dengan harapan agar lembaga peradilan ini dapat terus menjadi pilar keadilan yang bermartabat dan memberikan terang di tengah kegelapan, bukan justru menambah kesesatan di persimpangan jalan keadilan. (P.Harahap)