Jumat, 31 Oktober 2025 WIB

Wali Kota Medan: Kepemimpinan Inklusif dan Cinta Tanah Air Kunci Menuju Indonesia Emas 2045

editor - Rabu, 29 Oktober 2025 00:43 WIB
Wali Kota Medan: Kepemimpinan Inklusif dan Cinta Tanah Air Kunci Menuju Indonesia Emas 2045
Wali Kota Medan, Rico Tri Putra Bayu Waas,

MEDAN -Wali Kota Medan, Rico Tri Putra Bayu Waas, menegaskan bahwa kepemimpinan inklusif dan rasa cinta tanah air merupakan dua fondasi penting dalam menyiapkan generasi muda menuju Indonesia Emas 2045. Menurutnya, kepemimpinan yang inklusif berarti memberikan ruang bagi semua lapisan masyarakat untuk didengar, berkarya, dan berkontribusi tanpa terkecuali.

"Kami di Kota Medan menciptakan slogan Medan untuk Semua dan Semua untuk Medan. Ini bukan sekadar semboyan, tetapi komitmen agar setiap warga—termasuk pemuda, perempuan, dan penyandang disabilitas—mendapat kesempatan yang sama untuk berperan dan berkarya," ujar Rico dalam Forum Diskusi Denpasar 12 bertema "Kepemimpinan Pemuda Menuju Indonesia Emas 2045" yang digelar secara daring, Rabu (29/10/2025).

Kegiatan yang dibuka oleh Dr. Lestari Moerdijat, S.S., M.M., Wakil Ketua MPR RI, ini menghadirkan sejumlah narasumber nasional seperti Billy Mambrasar (Tokoh Muda Papua, Pendiri Yayasan Kitong Bisa), Nicky Clara (Pemimpin Muda Inklusif), dan Shana Fatina (Pengusaha Muda Ramah Lingkungan). Turut hadir pula Lathifa Al Anshori, Saur Hutabarat, dan Anggiasari Puji Aryatie sebagai moderator dan penanggap.

Baca Juga:
Rico Waas mengajak generasi muda untuk meneguhkan kembali semangat kebangsaan dengan memahami ideologi Pancasila secara mendalam.

"Tidak ada ideologi lain selain Pancasila yang harus kita pedomani. Nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, musyawarah, dan keadilan sosial harus benar-benar diterapkan dalam kehidupan sehari-hari," tegasnya.

Wali Kota Medan itu juga menyoroti pentingnya memberikan ruang kepada pemuda untuk bersuara dan berpartisipasi dalam pembangunan bangsa. Ia menuturkan bahwa perjalanan kariernya sendiri dimulai dari dunia seni dan desain komunikasi visual.

"Saya dulu seorang seniman dan desainer, bukan politisi. Tapi saya merasa gelisah: mengapa orang-orang kreatif tidak ikut membangun bangsa? Dari kegelisahan itu, saya mulai mencari ruang untuk berkontribusi," kisahnya.

Halaman:
Editor
: editor
SHARE:
 
Tags
 
Komentar
 
Berita Terbaru