BKSDA Sumut Dinilai Tak Mampu Atasi Konflik Harimau di Kotanopan Madina

MADINA| Jelajahnews – Sudah lebih 3 tahun konflik harimau dengan warga di Kecamatan Kotanopan, Kabupaten Mandailing Natal (Madina), hingga saat ini, Jum’at, (27/09/24) masih berlangsung.

Namun, BKSDA Sumatera Utara (Sumut) sebagai lembaga yang berwewenang belum mampu mengatasi masalah konflik harimau ini.

Akibat konflik dengan hewan buas yang berkepanjangan ini membuat warga tidak berani beraktivitas di kebun.

Dalam masalah ini, warga terkesan lebih sering disalahkan dari pada mencari solusinya. Ada ucapan yang sering didengar warga, munculnya harimau di pemukiman warga akibat terganggunya habitat mereka.

Realitasnya, sederetan kejadian harimau memangsa hewan ternak milik warga sering terjadi wilayah ini. Namun, pihak BKSDA hanya meninjau lokasi dan terkadang memasang perangkap yang biayanya tidak sedikit.

Namun, tidak ada tindakan nyata agar konflik hewan buas dengan warga ini tidak berlanjut.

Realitasnya, sederetan kejadian harimau memangsa hewan ternak milik warga sering terjadi wilayah ini. Namun, pihak BKSDA hanya meninjau lokasi dan terkadang memasang perangkap yang biayanya tidak sedikit.

Namun, tidak ada tindakan nyata agar konflik hewan buas dengan warga ini tidak berlanjut.

Camat Kotanopan Agus Salim mengatakan selama tiga tahun terakhir konflik harimau dengan warga sudah hampir puluhan kali terjadi. Mulai dari berkeliarannya harimau di pemukiman warga sampai hewan yang dilindungi ini memangsa hewan ternak

Bukan itu saja, di Desa Hutapungkut Julu dan Hutapungkut Tonga, SD di kedua desa itu sempat pindah tempat belajar ke gedung madrasah selama dua pekan karena harimau berada di hutan belakang sekolah. Artinya, konflik ini sudah merugikan warga.

“Jadi, kita berharap lembaga yang berwenang memberikan penjelasan tentang itu. Kalau memang penyebabnya rusak ekosistem, ya tunjukkan data dan lokasinya di mana tempat rusaknya hutan tersebut.

Dan apa solusinya. Jangan-jangan jumlah harimau saat ini tidak sebanding lagi dengan luas lahan yang harus mereka huni,” ujar Agus Salim.

“Artinya, lembaga terkait harus berbuat. Jangan ketika harimau mati, warga selalu disalahkan dan dihadapkan kepada hukum.

Padahal, sebelumnya tidak ada sosialisasi, tidak ada tindakan nyata terhadap konflik ini. Rakyat sudah susah, jangan lagi kita bebani dengan masalah masalah yang mereka tidak tahu, tambahnya. (JN-Irul)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *