APBD Kota Sidempuan 2025: 83% untuk Pemda, Rakyat Hanya Kebagian 0,2%

P.SIDIMPUAN| Jelajahnews – Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Padangsidimpuan Tahun Anggaran 2025 menimbulkan kontroversi.

Dari total anggaran Rp915.137.428.772, sebesar 83% atau Rp781.264.958.209 dialokasikan untuk belanja pegawai dan belanja barang serta jasa, sementara alokasi untuk rakyat melalui bantuan sosial hanya 0,2% atau Rp1.669.000.000.

Menurut dokumen APBD yang kini sedang dibahas DPRD, belanja pegawai menyedot Rp421.283.954.774 (46%), sedangkan belanja barang dan jasa mencapai Rp343.586.043.266 (37%).

Sebagian besar belanja barang dan jasa ini digunakan untuk kebutuhan operasional pemerintah, seperti perjalanan dinas, pengadaan barang, hingga pengadaan mobil dinas yang memakan anggaran Rp18 miliar, termasuk Rp3,3 miliar untuk pelumas dan bahan bakar.

Sementara itu, dari sisi pendapatan, 90% atau mayoritas anggaran berasal dari dana transfer pemerintah pusat, seperti Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil (DBH). Pendapatan asli daerah (PAD) hanya direncanakan sebesar Rp119.458.173.109, atau sekitar 10% dari total pendapatan, yang mengindikasikan lemahnya kemandirian keuangan daerah.

Belanja fisik untuk pembangunan infrastruktur pun dinilai minim. Alokasi dari DAK Fisik hanya sebesar Rp45.480.678.000, dari DAU untuk bidang pekerjaan umum Rp18.956.712.000, dan dana kelurahan melalui DAU sebesar Rp7.400.000.000.

Merespons rancangan APBD ini, A.J. Siagian, S.Pd, tokoh LSM Bangsa Institute yang juga pendukung jargon “APBD untuk Rakyat,” menyampaikan kritik tajam. Ia menyayangkan alokasi anggaran yang lebih banyak untuk birokrasi ketimbang masyarakat.

“Ini jauh dari semangat APBD untuk Rakyat. Bagaimana mungkin 83% anggaran habis untuk kebutuhan pemerintah daerah, sementara bansos untuk rakyat hanya 0,2%? Pemkot seharusnya memprioritaskan pembangunan yang langsung berdampak pada kesejahteraan masyarakat, bukan memanjakan birokrasi,” tegas Siagian, Senin (16/12).

Ia juga menyoroti alokasi Rp18 miliar untuk mobil dinas dan perawatannya yang menurutnya sangat tidak mendesak. “Di tengah infrastruktur jalan yang rusak dan pelayanan publik yang minim, masa anggaran mobil dinas sampai miliaran rupiah? Ini sangat tidak etis,” ujarnya.

 

Ketergantungan pada Dana Pusat

Siagian juga mengkritik ketergantungan Padangsidimpuan pada dana transfer pusat, yang mencapai 90% dari total pendapatan. Menurutnya, ini mencerminkan lemahnya inovasi pemerintah dalam menggali potensi ekonomi daerah.

“Kota Padangsidimpuan punya banyak potensi, mulai dari perdagangan hingga sektor pariwisata. Tapi pemerintah hanya bergantung pada DAU, DAK, dan DBH. PAD yang cuma 10% ini adalah bukti minimnya terobosan pemerintah daerah,” katanya.

Dorongan untuk Revisi Anggaran

Siagian mendesak Pemkot dan DPRD untuk merevisi rancangan APBD tersebut. “Prioritas anggaran harus diubah. Jangan sampai rakyat terus-menerus menjadi korban kebijakan anggaran yang tidak pro-rakyat. Fokuskan APBD untuk peningkatan layanan kesehatan, pendidikan, infrastruktur, dan pemberdayaan masyarakat,” tegasnya.

Ia menambahkan bahwa LSM Bangsa Institute akan terus mengawal pembahasan APBD agar lebih berpihak kepada masyarakat. “APBD ini adalah uang rakyat. Kami tidak akan tinggal diam jika anggaran ini hanya dimanfaatkan untuk kepentingan birokrasi,” pungkasnya.

Dengan kritik yang dilayangkan oleh berbagai pihak, termasuk dari LSM Bangsa Institute, publik berharap rancangan APBD 2025 dapat mengalami perubahan signifikan sebelum disahkan, agar benar-benar mencerminkan kepentingan masyarakat luas, bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan operasional pemerintah daerah.(P.Harahap)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *