MEDAN – Perusahaan PT Hariara yang bergerak dibidang kontraktor mengeluarkan surat Nomor: 006/HAR-MDN/SP/XII/2021 perihal Surat Peringatan (SP) terhadap karyawannya operator trado bernama Reston Manurung pada 6 Desember 2021.
Perusahaan menganggap, bahwa Reston Manurung tidak ada lagi kerjasama dengan pihak perusahaan. Olehnya, PT Hariara merumahkan atau menonaktifkan karyawan tersebut.
Surat yang ditanda tangani Hansen SH Malau, selaku Direktur perusahaan tersebut dianggap telah menciderai rasa keadilan bagi Reston Manurung. Oleh sebab itu, ia merasa sangat dirugikan dan telah merampas hak-haknya pribadi selaku pekerja.
Kepada jelajahnews.id, Reston Manurung menceritakan, bahwa dirinya sudah 11 tahun bekerja di PT Hariara, dan selama ini ia merasa tidak ada masalah yang diperbuat secara fatal bagi perusahaan tempat ia mengais rejeki untuk menghidupi anak dan istrinya.
“Saya sudah 11 tahun kerja di PT Hariara sebagai supir trado, sejak tahun 2010 sampai dengan 2021. Dan status karyawan saya permanen tapi tidak ada perjanjian kerja antara saya dengan perusahaan,” kata Reston Manurung di Medan, Rabu (30/3/2022).
Ia mengatakan, selama bekerja 11 tahun disaat diluar jam kerja mereka memiliki jam lembur dibayar 10 ribu/jam. Tiba-tiba belakangan perusahaan menghapus jam lembur tersebut, dan dialihkan ke hitungan trip jika keluar kota.
Kemudian aturan trip itu sudah berjalan selama dua kali, alhasil mereka diberi kompensasi sebesar Rp 150 ribu. Namun tiba ke trip ke tiga dalam tempo yang sama mereka dikurangi Rp50 ribu dari Rp 150 ribu, menjadi Rp 100 ribu yang diterima. Atas kebijakan itu mereka tak terima dan memprotesnya ke perusahaan.
“Saya tidak terima dipotong 50 ribu, karena kalau hanya 100 ribu diberi keluar kota, mana sanggup saya segitu, makanya saya protes ke perusahaan,” tegasnya.
Lantaran ia protes, Reston dirumahkan dengan dalih tidak ada lagi kerjasama dengan perusahaan. Tiba-tiba tanpa pemberitahuan pihak perusahaan PT Hariara mengeluarkan surat peringatan dalam isi surat tersebut Reston Manurung dirumahkan atau dinonaktifkan.
“Karena saya komplain saya dirumahkan, itu saja masalahnya. Apakah saya tidak boleh protes atas kebijakan yang tidak sesuai itu,” tanyanya heran.
Lebih lanjut, kata Reston, setelah diprotes, besok harinya ia langsung dipanggil dan menyerahkan sepucuk surat kepadanya. “Saya diberikan surat oleh Manager atas nama Leo Marpaung,” tandasnya.
Reston memaparkan, bahwa selama bekerja di PT Hariara ia hanya diberikan upah/gaji Rp 1.500.000 ditambah jam lembur 1 jam dibayar Rp 10 ribu sebelum dihapus, dan dialihkan ke system Trip jika keluar kota dengan uang tambahan Rp150.000, kendati pada trip ketiga (hari ketiga) perusahaan memotong Rp50 ribu.
Parahnya lagi, setelah dirumahkan ia dijanjikan perusahaan tetap akan medapatkan upah, namun setelah 2 bulan dirumahkan perusahaan ingkar janji dan ia tak lagi menerima gaji.
Sejak surat itu diterbitkan, ia langsung menemui pimpinan perusahan atas nama Hansen SH Malau, dan mempertayakan kelanjutannya, disampaikan bahwa ia hanya diperingati dan gaji tetap diberikan.
“Kata pimpinan gaji tetap dibayar, namun nyatanya 1 hingga 2 bulan ditunggu tidak berikan juga gajiku,” ujarnya.
Ketika hal itu dipertanyakan kepihak perusahaan, justru dikatakan bahwa sesuai aturan karyawan yang dirumahkan tidak ada lagi mendapatkan gaji. “Saya langsung susul ke kantor, dan kata Manager sesuai UU bagi karyawan yang dirumahkan gaji tidak berjalan lagi,” katanya.
Terpisah dikonfirmasi, Direktur PT Hariara, Hansen SH Malau membenarkan, bahwa karyawan atas nama Reston Manurung dirumahkan sementara dan hak-hak karyawan berupa gaji tetap diberikan.
“Ya betul, tapi itu sementara saja, nanti dipekerjakan lagi,” ujarnya Hansen SH Malau, Selasa (7/12/2021). (BTM)