MEDAN – Wakil Gubernur (Wagub) Sumut Musa Rajekshah mendorong Dinas Kesehatan Sumut terus berupaya menekan angka kasus stunting tersebut. Kasus stunting atau kondisi gagal pertumbuhan tubuh pada anak karena kurang gizi terus menjadi perhatian Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Utara (Sumut).
Tidak hanya dengan program yang sudah ada, namun menurut Wagub Musa Rajekshah, juga perlu terus mengikuti perkembangan atau inovasi yang ada dalam hal pemenuhan nutrisi dan gizi anak, khususnya dengan menggunakan daun kelor.
Hal ini disampaikan Ijeck, sapaan akrab Musa Rajekshah didampingi Kadis Kesehatan Ismail Lubis saat menerima kunjungan Owner Keloria Moringa Syahrani Devi dan Fachrul Rozi Lubis, di Rumah Dinas Wagub, Jalan Teuku Daud, Medan, Rabu (15/12/2021)
“Asupan makanan yang bervitamin sangat dibutuhkan dalam penanganan stunting untuk bayi dan ibu hamil, apalagi saat ini kita juga masih dalam suasana pandemi. Salah satu yang saya melihat dan mendengar kelor ini banyak juga vitamin yang terkandung di dalamnya,” ujar Ijeck.
Salah satu pelaku UMKM Keloria yang fokus dengan daun kelor Syahrani Devi, lanjut Ijeck, telah banyak menjelaskan khasiat daun kelor dan dibuktikan dengan suksesnya Keloria hingga go internasional. “Ibu Devi ini adalah salah satu pelaku UMKM daun kelor yang saat ini sudah go internasional. Inovasinya daun kelor keringnya sudah banyak diekspor ke luar, dan kenapa kita tidak juga memanfaatkannya, alami dan berasal dari lahan subur yang dimiliki Sumut,” ujarnya.
Ia juga berharap agar daun kelor selain dimanfaatkan untuk kesehatan, juga bisa menambah pemasukan. “Selain itu, harapan kita petani atau masyarakat kita bisa menanam daun kelor di samping untuk asupan sendiri, tanaman kelor ini juga bisa menjadi tanaman yang menghasilkan atau jadi mata pencarian,” ujarnya.
Sementara itu, Devi menjelaskan, Sumut telah manjadi satu dari enam daerah di Indonesia yang menjadi pusat daun kelor. Kelor dikenal di seluruh dunia sebagai tanaman bergizi dan WHO telah memperkenalkan kelor sebagai salah satu pangan alternatif untuk mengatasi masalah gizi.
“Jadi di luar negeri itu, di Afrika tepatnya daun kelor sudah menjadi suplemen untuk ibu menyusui dan untuk anak bayi untuk membantu tumbuh kembangnya,” jelas Devi.
Devi mengaku dirinya memiliki lahan sendiri untuk menanam daun kelor. Menurut pengalamannya, daun kelor sangat mudah tumbuh di wilayah Sumut. Penanaman perdana bisa dipanen di usia 4 bulan.
“Jadi dia model panennya dipangkas, setelah panen perdana bisa dipanen lagi setelah 30-40 hari dan jumlahnya akan lebih banyak dibanding panen perdana karena setelah dipangkas dia bercabang. Panen ganda dan gak perlu peremajaan,” ujarnya sembari mengatakan proses pengeringan yang Ia lakukan adalah metode kering dingin, tanpa sinar matahari.
Devi berharap dukungan pemerintah untuk memajukan atau menaikkan kearifan lokal kelor untuk meningkatkan kesehatan dan perekonomian masyarakat. “Kami berharap dukungan Pemerintah Provinsi Sumatra Utara agar kita bisa menaikkan kearifan lokal kita sendiri untuk meningkatkan kesehatan dan perekonomian,” ujarnya. (JNS)