P.SIDIMPUAN| Jelajahnews – Dana BOS dan juga biaya penunjang operasional penyelenggaraan pendidikan (BPOPP) dari pemerintah pusat sudah cukup besar digelontorkan, namun masih ada oknum Kepala sekolah (Kepsek) melakukan kutipan kepada siswa.
Salah satunya terjadi di SMAN 2 Padangsidimpuan (Psp),dimana dalam pemberitaan media online menyebutkan kutipan itu bermoduskan kesepakatan komite dan orang tua murid.
Dalam pungutan tersebut bervariasi, mulai dari Rp 24.000 sampai Rp 35.000 hingga Rp 70.000. Pungutan ini belum diketahui jelas kemana saja peruntukannya atau belum diketahui apa dan kemana fungsi dari kegunaan pengutipan uang dari orang tua per/murid tersebut.
Salah satu narasumber yang tidak mau disebutkan namanya mengungkapkan, adanya pengutipan setiap murid melalui orang tua murid dengan nilai Rp 70.000 sebelum ada perubahan dan kesepakatan komite dan orang tua murid uang kutipan tersebut sebelumnya hanya Rp 50.000.
Menanggapi informasi tersebut, awak media berupaya mengkonfirmasi Kepala Sekolah SMAN 2 P.Sidimpuan dengan menemuinya secara langsung. Namun petugas penjagaan sekolah menyebutkan, Kepala Sekolah Akhiruddin Halomoan Hrp sedang diluar
Upaya konfirmasi itu tak sampe disitu saja, awak media mencoba mengkonfirmasinya melalui telepon berkali-kali, namun tak diangkat. Sekira beberapa menit, Kepsek SMAN 2 pun membalas pesan awak media dengan mengetik, bahwa ia sudah membantah terkait kutipan tersebut.
“Sudah banyak bantahan berita yang kita buat pak. Terkait dengan pertanyaan bapak juga sudah ada,” ketiknya dengan singkat ke pesan What’s App, Sabtu ( 02/10/24).
Tudingan Pungli, Kepsek SMAN 2 Psp Beri Bantahan
Lebih lanjut, Akhiruddin Halomoan Hrp memaparkan, terkait dengan tuduhan dugaan pungli maka saya jelaskan bahwa berita tersebut isinya tidak benar dan tidak berdasar.
Bahwa yang ada sebenarnya di SMAN 2 Padangsidimpuan adalah sumbangan Pembinaan pendidikan (SPP)/uang sekolah yang proses dan mekanisme penetapannya telah sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku yaitu PP no 48 tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan dan juga Permendikbud No 75 tahun 2016 tentang Komite Sekolah .
Akhiruddin juga menyebutkan, besaran dan proses penetapannya dilaksanakan melalui rapat yang dihadiri oleh orang tua peserta didik dan pengurus komite sekolah. Besaran sumbangan bervariasi sesuai dengan kemampuan dan kesanggupan orangtua masing masing peserta didik. Kemudian secara administrasi dan dokumentasi pada rapat tersebut juga lengkap.
Kemudian, penggunaan SPP secara umum adalah untuk membiayai yang tidak tertampung di dana BOS, diantaranya penggajian tenaga honorer yg tidak bisa dibayarkan dari dana BOS karena tidak memenuhi kriteria misalanya belum memiliki NUPTK.
Selanjutnya untuk membiayai peningkatan kompetensi siswa di bidang ekstrakurikuler yang tidak dibiayai oleh dana BOS. Kemudian untuk membiayai kegiatan kegiatan yang diikuti oleh siswa di luar sekolah misalnya kompetisi yang bersifat akademik maupun non akademik.
Kutipan Uang Komite atau SPP Jangan Ada Unsur Paksaan
Menyikapi pernyataan Kepsek SMAN 2 Psp tersebut, Ketua Umum Lembaga Bangsa Institut (LBI), Parlindungan Harahap,SH menegaskan bahwa meskipun kepala sekolah menyatakan adanya rapat dan persetujuan, transparansi serta validitas persetujuan tersebut perlu dipastikan.
“Hasil rapat komite sekolah harus ada persetujuan semua orang tua murid, jangan ada unsur paksaan. Sebab, akan bertentangan dengan Permendikbud No. 75 Tahun 2016 yang mana komite sekolah dilarang melakukan pungutan dari peserta didik, orang tua, atau wali murid.
“Jika sumbangan yang disebut SPP itu bersifat memaksa dan tidak benar-benar disetujui oleh semua pihak secara sukarela, maka hal tersebut dapat dikategorikan sebagai pungli yang melanggar Permendikbud No. 75 Tahun 2016.” cetus mantan aktifis itu.
Namun, lanjut Parlindungan, dalam hal ini bukti dokumentasi dan transparansi adalah kunci untuk memastikan bahwa praktik yang dilakukan tidak menyimpang dari aturan. Jika aspek-aspek tersebut dipenuhi dan dibuktikan secara sah, maka tuduhan pungli dapat dibantah dengan mengacu pada aturan yang berlaku.
“Di sisi lain, jika terdapat ketidaksesuaian antara pernyataan dan praktik di lapangan, maka permasalahan ini harus dikaji lebih lanjut oleh pihak berwenang,” tegasnya. (JN-Irul)