“Jaksa Menyapa”, Kejari Tapsel Jelaskan Hukum KDRT Melalui Radio Suara

TAPSEL– Kejaksaan Negeri (Kejari) Tapanuli Selatan (Tapsel) hadir menyapa masyarakat Tapsel dalam Dialog Interaktif Program Jaksa Menyapa terkait hukum kasus Kekerasan Rumah Tangga (KDRT).

Program Jaksa Menyapa ini disampaikan Kejari Tapsel melalui pancaran dari salah satu studio Radio Suara di wilayah Kota Padang Sidempuan, Rabu (15/02/23).

Kepala Kejari Tapsel, Holija Harahap,SH., MH melalui Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intel) Kejari Tapsel Gunawan Martin Panjaitan menjelaskan bahwa kegiatan ini adalah kegiatan Penyuluhan Hukum yang dilaksanakan melalui Program Jaksa Menyapa.

Kegiatan Penyuluhan Hukum merupakan salah satu tugas fungsi dan kewenangan Kejaksaan dalam peningkatan kesadaran Hukum masyarakat.

“Penyuluhan Hukum Melalui Radio Suara ini dengan mengangkat tema atau topik “Hukum (KDRT) berdasarkan UU Nomor 16 Tahun 2004. Tema ini kami ambil agar jangan sampai kasus seperti ini terjadi,” ungkapnya.

Dalam penyuluhan hukum Jaksa Menyapa dengan narasumber Kasi Pidum Kejari Tapsel, Romy Affandi Tarigan,SH, Kasubsi Ipolsusbudhankam bidang Intelijen, Rizky Chairunisya Ramadhani, SH, jaksa fungsional Kejari Tapsel bidang intelijen, Sorituwa Agung Tampubolon, SH.

PENJELASAN KDRT

Program jaksa menyapa menjelaskan, bahwa KDRT adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga.

Dan termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.

Korban adalah orang yang mengalami kekerasan dan/atau ancaman kekerasan dalam lingkup rumah tangga meliputi, suami, isteri, dan anak, orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga, orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut.

Tujuan undang-undang penghapusan KDRT ini, mencegah segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga, melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga, menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga, dan memelihara keutuhan rumah tangga yang harmonis dan sejahtera.

Adapun bentuk-bentuk KDRT sebagai berikut, Kekerasan Fisik Perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat, Kekerasan Psikis Perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang.

Kekerasan seksual meliputi, pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut, pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu.

Penelantaran rumah tangga, Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut.

Penelantaran sebagaimana dimaksud pada ayat juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut.

Hak-hak korban yakni perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat, lembaga sosial, atau pihak lainnya, pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis,

Dan penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban, pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap tingkat proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dan pelayanan bimbingan rohani.

HUKUMAN KASUS KDRT

Ketentuan pidana dalam undang-undang, Pasal 44 ayat (1) Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp 15 juta.

Pasal 45 ayat (1) Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan psikis dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun atau denda paling banyak Rp 9 juta

Ketentuan pidana dalam undang-undang pasal 46, setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 tahun atau denda paling banyak Rp 36 juta.

Pasal 49 ayat (1) Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun atau denda paling banyak Rp 15 juta, setiap orang yang menelantarkan orang lain dalam lingkup rumah tangganya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1).

Disampaikan, Kasi Intel Gunawan Martin Panjaitan, melalui program ini di harapkan masyarakat Tapsel dan sekitarnya lebih banyak mengetahui tentang hukum sehingga lebih sadar hukum dan menjauhi hukuman.

“Program jaksa menyapa di harapkan mempunyai dampak yang positif bagi masyarakat untuk lebih sadar hukum. Sehingga tidak melakukan perbuatan yang melanggar hukum. Dengan demikian kasus KDRT tersebut tidak ada lagi, ungkapnya. (JN-Irul)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *