Rapat Paripurna VIII DPRD dan Wali Kota Siantar Berjalan Lancar

PEMATANGSIANTAR – Wali Kota Pematang Siantar dr Susanti Dewayani SpA menghadiri acara Pembukaan Rapat Paripurna VIII Pembahasan Ranperda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, serta Ranperda Lambang Daerah. Pembukaan rapat berlangsung di Ruang Sidang DPRD Kota Pematang Siantar, Senin (16/10/2023).

Acara diawali pembukaan rapat oleh Ketua DPRD Kota Pematang Siantar Timbul Marganda Lingga SH. Dilanjutkan pembacaan surat-surat masuk oleh Sekretaris Dewan Kota Pematang Siantar Eka Hendra.
Dalam sambutannya, dr Susanti menyampaikan, dalam konsiderans Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, disebutkan pemerintah daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, dengan melakukan pungutan berupa pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan pemerintahan daerah yang diatur dengan peraturan daerah.

Pajak dan retribusi, lanjutnya, adalah salah satu sumber daya nasional. Oleh sebab itu, dalam rangka mengalokasikan sumber daya nasional secara lebih efisien, pemerintah pusat memberikan kewenangan kepada daerah untuk memungut pajak dan retribusi dengan penguatan melalui restrukturisasi jenis pajak, pemberian sumber-sumber perpajakan daerah yang baru, dan penyederhanaan jenis retribusi dibandingkan dengan jenis pajak dan retribusi yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009.

“Restrukturisasi dan penyederhanaan pajak dan retribusi memiliki tujuan untuk menyelaraskan objek pajak antara pajak pusat dan pajak daerah. Sehingga menghindari adanya duplikasi pemungutan pajak, menyerderhanakan administrasi perpajakan, sehingga manfaat yang diperoleh lebih tinggi dibandingkan dengan biaya pemungutannya, memudahkan pemantauan pemungutan pajak terintegrasi oleh daerah, dan mempermudah masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya yang sekaligus mendukung kemudahan berusaha dengan adanya simplikasi administrasi perpajakan,” terang Susanti.

Masih kata Susanti, pemerintah juga memberikan kewenangan pemungutan opsen pajak antar level pemerintahan provinsi dan pemerintah kota, yaitu pajak kendaraan bermotor, biaya balik nama kendaraan bermotor, dan pajak mineral bukan logam dan batuan. Opsen pajak tersebut sejatinya merupakan pengalihan dari bagi hasil pajak provinsi yang dimaksudkan untuk dapat meningkatkan kemandirian pemerintah kota tanpa menambah beban wajib pajak. Sebab penerimaan perpajakan akan dicatat sebagai pendapatan asli daerah, serta memberikan kepastian atas penerimaan pajak dan memberikan keleluasaan belanja atas penerimaan tersebut pada tiap-tiap level pemerintahan dibandingkan dengan skema bagi hasil.

“Hal ini akan mendukung pengelolaan keuangan daerah yang lebih baik dan berkualitas karena dalam perencanaan, penganggaran, dan realisasi APBD akan lebih baik. Di samping itu, opsen pajak mendorong peran daerah untuk melakukan ekstensifikasi perpajakan daerah baik bagi pemerintah provinsi maupun Pemerintah Kota Pematang Siantar,” paparnya.

Berbicara tentang pajak, sambungnya, tentu tidak terlepas juga membicarakan tentang retribusi. Di dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022, penyederhanaan retribusi dilakukan melalui rasionalisasi jumlah retribusi. Dari 32 jenis retribusi yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, telah disederhanakan menjadi hanya 18 jenis retribusi yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022.

Kata Susanti, rasionalisasi retribusi tersebut memiliki tujuan agar retribusi dipungut dengan efektif, serta dengan biaya pemungutan dan biaya kepatuhan yang rendah. Selain itu, yang paling penting dari rasionalisasi dimaksudkan untuk mengurangi beban masyarakat dalam mengakses layanan dasar publik yang menjadi kewajiban Pemerintah Kota Pematang Siantar, serta sejalan dengan implementasi Undang-Undang Nomor 63 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja dalam rangka mendorong kemudahan berusaha, iklim investasi yang kondusif, daya saing Kota Pematang Siantar, dan penciptaan lapangan kerja yang lebih luas.

Sambung  Susanti, penyelarasan dengan Undang-Undang Cipta Kerja dilakukan melalui pemberian kewenangan kepada Pemerintah Kota Pematang Siantar untuk meninjau kembali tarif pajak dalam rangka pemberian insentif fiskal untuk mendorong perkembangan investasi di Kota Pematang Siantar. Terkait lambang daerah, Susanti menjelaskan sebagai panji kebesaran dan simbol kultural bagi masyarakat yang mencerminkan kekhasan daerah, yang dibentuk berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sebagai perwujudan dari panji dan simbol kultural daerah, tahun 1963 merupakan tahap awal pembuatan logo daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah. Di mana Kota Pematang Siantar ditulis dengan sebutan Pemerintah Daerah Tingkat ke-II Kotapraja Pematangsiantar.Seiring perkembangan peraturan perundang-undangan, selanjutnya tahun 1974 berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974, kembali penyebutannya diubah menjadi Pemerintah Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Pematangsiantar.

Selanjutnya pada tahun 1995, DPRD Kota Pematang Siantar atas usulan dari Pemerintah Kota Pematang Siantar dan pihak lain yang berkepentingan, dengan Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Pematangsiantar Nomor 22 Tahun 1995 menyetujui disematkannya motto Kota Pematang Siantar “Sapangambei Manoktok Hitei” pada logo Kota Pematang Siantar.Lambang daerah yang ditetapkan tahun 1995 masih dipakai hingga tahun 2022, hingga dikeluarkannya Surat Edaran Wali Kota Pematang Siantar yang mengamanatkan penulisan frasa Kota Pematang Siantar dari satu suku kata menjadi terpisah dalam dua suku kata.

“Berdasarkan hal-hal itulah, pada Propemperda Tahun 2023 ini kami mengusulkan kembali beberapa Ranperda untuk dilakukan pembahasan pada tingkat I dan tingkat II. Kiranya mendapatkan persetujuan bersama antara Pemerintah Kota Pematang Siantar dan DPRD Kota Pematang Siantar,” katanya. (kb/rp)