Dianggap Diskriminasi, Puluhan Warga Unjuk Rasa di Siborongborong, Ini Tuntutannya

TAPUT – Puluhan warga Desa Lobu Siregar I, Kecamatan Siborongborong, Kabupaten Tapanuli Utara dua pekan terakhir tengah berjuang mendapatkan hak-hak normatif mereka dengan cara menggelar aksi unjuk rasa dan blokade di jalan Lingkar Siborongborong pada Rabu (12/1/2022).

Aksi unjuk rasa warga itu sebagai bentuk protes atas pembangunan di jalan Lingkar Siborongborong, sekaligus menuntut ganti rugi/ untung atas lahan mereka, supaya pembayaran segera direalisasikan dan dicairkan sehingga pelaksanaannya tidak diskriminatif.

Puncak dari aksi warga itu terjadi Rabu (12/1/2022) kemarin. Puluhan perwakilan warga Lobu Siregar I, kembali melakukan orasi di jalan lingkar tersebut. Aksi itu dihadiri penasehat hukum warga dan seorang anggota DPRD Taput, Komisi A Parsaoran Siahaan.

Para warga bukan hanya menuntut ganti untung, namun disisi lain warga juga mengeluhkan lahan persawahan mereka menjadi rusak akibat adanya pembangunan di sepanjang jalan lintas luar tersebut. Warga pun sudah sempat memblokade jalan gunakan bangunan cor semen berupa tembok.

Munculnya tindakan diskriminatif bagi warga itu, berawal setelah mencuatnya kehadapan publik, seorang pemilik lahan bernama DR Capt Anton Sihombing tak bersedia menerima ganti untung atas tanah miliknya.

Sebab, pembayaran atas tanah milik Anton sudah dititipkan Pemkab Taput di pengadilan, atau konsinyasi uang ganti untung pembebasan lahan yang terkena dampak pembangunan Jalan Lingkar Siborongborong di Kecamatan Siborongborong.

Hal itu pun dibenarkan oleh seorang warga Lobu Siregar I, Carlos Sianipar dan menyebut bahwa uang ganti atas lahan milik Anton Sihombing sudah dititipkan Pemkab Taput di Pengadilan Negeri Tarutung.

“Ya, Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara telah menitipkan biaya ganti rugi/untung atas lahan milik DR Capt Anton Sihombing di Pengadilan Negeri Tarutung, tetapi kenapa ganti rugi/untung atas lahan kami tidak ada?,” ujar Carlos sembari berharap agar tidak ada perlakuan diskriminasi sesama warga pemilik lahan.

Sementara, Anton Sihombing kepada kru media ini menjelaskan mengenai uang titipan itu, bahwa semua pemilik lahan di Jalan Lingkar Siborongborong sama kedudukan dan haknya dimata hukum.

“Jika kesaya diberikan ganti untung maka kepada warga lain juga harus dibayarkan, tidak gratis atau hanya diberikan sertifikat,” tegas Anton bernada heran.

Anton ingin tidak ada diskriminasi dari Pemkab Taput, dan mengharapkan semua warga dapat menerima hak ganti untung seperti dirinya.

“Pembayaran itu sangat diskriminatif, ini yang tidak saya terima. Saya ingin semua masyarakat yang tanahnya terkena dampak pembangunan jalan lingkar segera diberi ganti rugi/ untung, sebagaimana diamanatkan dalam PP No 19 tahun 2021 dan UU No 2 tahun 2012,” jelasnya.

Penasehat Hukum warga, Roy Binsar Siahaan disela-sela aksi menegaskan bahwa dirinya sudah mempertanyakan pihak biro hukum Pemkab Taput mengenai tatacara pelaksanaan ganti untung sebagaimana diamanatkan oleh PP 19 tahun 2021 dan UU No 2 tahun 2012, namun menurutnya belum ada jawaban dari biro hukum Pemkab Taput.

“Bahwa terkait pembangunan jalan lingkar itu, diduga keras, masyarakat diintimidasi. Maka, selaku putra dari Desa Lobu Siregar ini, saya akan memperjuangkan hak-hak masyarakat. Kita belum membicarakan soal UU No 39 tahun 1999 tentang Hak Azasi Manusia, dimana setiap insan di lindungi negara dan hukum,” tegas Roy Binsar.

Dalam kesempatan itu, anggota DPRD Taput Komisi A, Parsaoran Siahaan memberi penjelasan bahwa pihaknya akan segera membawa persoalan itu ke DPRD Taput, dan akan segera melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) memanggil Dinas terkait, Bupati dan Sekda untuk membahas tuntutan warga. (SJN/JT/r).