TAPSEL– Bulan suci ini sangat baik untuk sejenak merenung program tanah di wilayah Tapanuli Selatan sebagai sumber kehidupan masyarakat, kiranya jadi momentum bagi pemimpin untuk mencari solusi bisa mensertifikasi tanahtanah rakyat.
Hal itu diungkapkan Dr Suheri Harahap warga Tapsel selaku Dosen UIN Sumut, mengingat tanah masa depan masyarakat Tapsel agar lebih terjamin dan tak kalah dengan daerah lain.
Ia juga mengatakan, aparatur semakin menjaga kepentingan masyarakat meningkat ekonomi keluarga. Jangan pemilik-pemilik tanah yang diperoleh dengan ganti rugi, surat garap atas nama kelompok tani tetapi dialihkan ke pemilik modal, riwayat dan alas hak semakin jelas.
“Modus illegal logging untuk mengambil kayu dan tanah demi kepentingan pemodal. Punya tanah ada yang ratusan ha tapi tak dikelola ada apa?,” tanya Suheri, Jum’at (24/03/23).
Masalah tanah perlu pola pikir (mindset) baru untuk Tapsel sejahtera, sebuah langkah bersama untuk tidak lagi ada pihak-pihak atau oknum atas nama apapun berlindung demi mengambil tanah negara,
“Kita harus bersama mengembalikan tanah-tanah kepada saudara-saudara kita, ada dapat tanah karena murah, ada karena kelompok tani lalu dijual, ada karena perambahan hutan, ada macam-macam motif tanah murah di Tapsel digarap tak jelas, siapa pemiliknya,” tanya Suheri seakan menilai ada oknum mafia tanah.
Suheri juga menjelaskan, Konflik lahan akan menjadi masalah yang harus dijaga jangan sampai agama dan etnis diperalat. Tapsel rukun dalam keberagaman, contoh daerah percontohan kerukunan, damai antar sesama, tapi incame perkapita perlu ditingkatkan.
Dalam Islam dijelaskan, jika mati kita meninggalkan sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat dan anak yang saleh. Fakta terkait penggarap tanah akan sulit diselesaikan jika yang mengaku pemilik tanah belum memikirkan masa lalu leluhurnya dan anak cucunya di masa depan.
“Jangan kita biarkan oknum-oknum menjual tanah negara dan adat dengan modus kelompok tani hutan, organisasi adat, dan aparatur desa agar menjaga tanah2 di desa agar warganya sejahtera.
“Mari di bulan berkah ini, muncul kesadaran, ternyata tak sejengkal pun tanah dibawah mati..bukan berarti tak perlu tanah. Berpikirlah tak ingin menguasai tanah sebanyak- banyaknya, tapi kerjakanlah seberapa yang bisa kamu kerjakan,” ajak Suheri.
Suheri juga mengungkapkan, masih banyak klaim tanah-tanah yang kosong ratusan hektar belum dikelola dalam program pertanian dan perkebunan yang bagus, produktif, baik sawit, karet dan tanaman holtikultura lainnya.
Klaim tanah-tanah adat perlu dijaga dalam bingkai dalihan na tolu. Pengusaha memikirkan kesejahteraan sekitar desa. CSR dikelola dengan tujuan bersama memajukan desa termasuk dana desa dari pemerintah baik dana propinsi dan pusat.
Bupati baru kedepan harus punya visi menjadikan hutan-hutan register dibuat hutan produktif, tambang emas CSR dibagi rata dan seluruh kekayaan alam kita, Raja kita pastikan kekuriaan di negara ini.
Kita buat Tapsel masyarakat terkaya di Indonesia yang rata-rata perkapita sama dgn penghasilan rakyat Singapura, dengan penghasilan bumi Tapsel yangg subur dan kaya, tak kerja pun dapat gaji. Sekolah gratis.
Pengangguran pun digaji seperti di Australia, berapa triliun PT. ANA dan PT. Martabe, PT. PLS, PT. ANZ, PT. MIR, PTPN III, PT. SKL, PLTA mengambil hasil emas dan perusahaan mengambil hasil kayu dan hasil alam.
“Masyarakat hukum adat, Harajaon dan Hatobangon adalah simbol kekayaan rakyat Tapsel. Coba bayangkan yang mereka buat selama ini, kita tak boleh miskin ditanah sendiri,” pungkas Suheri. (JN-Irul)